Puisi-Puisi Cinta dalam Buku ‘Memo Kemanusiaan’ Karya Akhmad Sekhu

 Puisi-Puisi Cinta dalam Buku ‘Memo Kemanusiaan’ Karya Akhmad Sekhu

MENJELANG Valentine Day atau Hari Kasih Sayang 14 Februari, orang-orang selalu membicarakan cinta. Praktisnya, orang-orang jadi romantis dengan mengucap kata-kata puitis. Bahkan puisi-puisi cinta jadi menyebar dimana-mana.

Dalam buku kumpulan puisi bertajuk ‘Memo Kemanusia’ karya Akhmad Sekhu yang diterbitkan Balai Pustaka terdapat banyak puisi-puisi cinta. Tapi tak hanya puisi cinta pada lawan jenis, melainkan juga cinta orangtua, alam, kampung halaman, bahkan cinta kepada Tanah Air.

“Banyak orang mengangkat tema cinta dalam karyamya, apalagi karya puisi paling banyak membahas tentang cinta, “ kata Akhmad Sekhu kepada wartawan (14/2/2023).

Lebih lanjut, lelaki kelahiran desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, itu menerangkan, buku ‘Memo Kemanusiaan’ memang banyak juga mengangkat tema cinta. “Kita hidup memang tak terlepas dari cinta, mulai dari kita lahir tentu karena cinta kedua orangtua kita, kemudian apalagi masa remaja yang mabuk kepayang akan cinta hingga dewasa yang matang disepuh masa karena cinta,“ terangnya.

Menurut Sekhu, buku ‘Memo Kemanusiaan’ memang banyak mengangkat tentang cinta. “Tapi buku saya tak melulu bicara cinta kepada lawan jenis, tapi melainkan juga cinta orangtua, alam, kampung halaman, bahkan cinta kepada Tanah Air, “ bebernya.

Sekhu menyebut, di antaranya, puisi ‘Gelisah Bisma’, sebuah episoda Perang Mahabharata. “Aku gelisah bagai Bisma terbaring di atas panah-panah. Perasaanku terbelah di sebuah negeri yang selalu perang antar saudara sendiri, entah pada siapa aku harus berpihak.

Tapi yang pasti aku sangat mencintai negeri ini, sebuah cinta yang harus selalu berkorban, “ paparnya.

Sekhu menyampaikan dirinya memang sangat menyukai tokoh pewayangan Bisma yang baginya tokoh yang sangat mencintai Tanah Air daripada dirinya yang terbaring di atas panah-panah. “Tokoh Bisma dalam pewayangan memang heroik sekali, Wahai sang maut, aku berpesan jangan kau cabut nyawaku sebelum sesama saudara itu dapat melakukan

perdamaian, betapa aku amat sangat cinta pada negeri ini melebihi cintaku pada diriku sendiri yang gelisah terbaring “ ungkapnya mantap.

Ada lagi, kata Sekhu, puisi-puisi cinta kepada orangtua, yang terangkum dalam bagian ‘Pusaka Hidup’. “Mulai dari puisi Nasi Goreng Bawah Merah, Konstruksi Ingatan Hakekat Kemanusiaan, Semerbak Sajak untuk Emak, Perempuan Pilihan Tuhan, hingga puisi Pusaka Hidup, “ urainya.

“Semua puisi dalam bagian ‘Pusaka Hidup’ memang saya persembahkan untuk ibu saya, Hj. Sumarti, “ tuturnya penuh keharuan.

Adapun, puisi-puisi tentang cinta, menurut Sekhu, memang bisa disimak dalam bagian ‘Pengantin Melati’ yang memang dipersembahkan sebagai kado puisinya kepada Wanti Asmariyani, istri tercinta. Di antaranya, puisi ‘Perkenalan Musim Semi’ yang bunyinya begini: “Hujan yang datang mencurahkan keberkahan, senyumku yang dulu beku kini mencair, kenangan kelam terhapus kesadaran serta merta luka lama langsung sembuh pula,
mengerti dalam sebuah tanda perkenalan, terpetik melati di dalam hati nurani, musim semi kembali tumbuhkan cinta ini”.

Dalam menulis puisi, Sekhu mengaku tak ingin terjebak dalam suasana romantis yang baginya akan melahirkan puisi-puisi cinta yang cengeng. “Karena bagi saya, cinta memang perlu logika, tak semata-mata hanya kata-kata puitis saja, tapi bagaimana menyampaikannya yang memang memperhatikan logika, karena dalam hidup tak melulu hanya cinta, tapi bagaimana kita hidup selaras dengan cinta, “ ujarnya filosofis.

Sekhu menyampaikan jika penasaran dengan puisi-puisi cinta karyanya dalam buku ‘Memo Kemanusiaan’ bisa beli dan dapatkan di Gramedia seluruh Indonesia. “Alhamdulillah, buku ‘Memo Kemanusiaan’ karya saya sudah beredar di Gramedia seluruh Indonesia, “ pungkas Akhmad Sekhu penuh rasa syukur.

Ncank Maeel

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar