Pernyataan Sikap PWI Terkait Pemberitaan Terorisme

 Pernyataan Sikap PWI Terkait Pemberitaan Terorisme

Jakarta, mimbar.co.id – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, menyampaikan pernyataan sikapnya terkait dengan aksi terorisme.

Dalam pernyataan sikap tersebut bahwa, PWI meminta kepada seluruh pers nasional, khususnya anggota PWI, agar dalam membuat atau  menyiarkan  berita tentang tindak terorisme, memahami benar tindakan itu bukanlah pelaksanaan dari faham sebuah agama tertentu.

“Tindakan terorisme adalah  kejahatan berat terhadap kemanusiaan yang dibenci, dan ditentang oleh semua agama di Indonesia. Dengan demikian, pemberitaan tentang tindak terorisme  tidak boleh dikaitkan dengan streotipe agama tertentu,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PWI Pusat, Sasongko Tedjo, dalam pernyataan tertulis yang diterima mimbar.co.id, Selasa (15/5/2018).

Lebih lanjut juga disampaikan, Kepada seluruh pers nasional, khususnya kepada anggota PWI, dalam membuat atau menyiarkan  tindak terorisme, juga memperhatikan dampak-dampak yang ditimbulkan dari pemberitaaan  tersebut, termasuk dampak sosial-budaya maupun dampak  pemberantasan terorisme.

“Walaupun merupakan fakta, tetapi unsur sadisme, pelanggaran terhadap hak-hak anak dan kesengajaan  framing yang diciptakan oleh teroris untuk mendukung gerakan teroisme,  tetap perlu dipertimbangkan untuk tidak dibuat atau disiarkan. Kepentingan publik harus menjadi pertama dan utama dalam mempertimbangkan perlu atau tidaknya suatu berita disiarkan,” jelas Sasongko.

Untuk itu,  Plt Ketua PWI Pusat menyebutkan, bahwa PWI tidak henti-hentinya secara terus menerus mengingatkan agar para wartawan atau pers nasional dalam membuat atau menyiarkan berita, harus selalu berpegang teguh kepada Kode Etik Jurnalistrik.

“PWI memahami keinginan revisi  UU  No 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme  segera disahkan. Namun   PWI dengan tegas mengingatkan agar UU  tersebut harus tetap dalam koridor demokrasi dan menjaga  kemerdekaan pers. Revisi UU  No 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme  tidak boleh mereduksi  kemerdekaan pers, apalagi sampai membuat kemerdekaan pers terbelengu,” ujarnya.

Lanjutnya, Revisi UU  No 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme  harus   tetap dalam jalur demokrasi dan menjamin kebebasan menyatakan pendapat, termasuk menjalankan perintah agama.  Revisi UU  No 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme  harus mencegah dan memberantas tindak terorisme sedini mungkin, namun tidak boleh memberikan cek kosong kepada penguasa untuk melanggar HAM.

PWI mengingatkan, terorisme perlu diberantas sampai akar-akarnya, tetapi agar  jangan sampai memadamkan tindak terorisme dengan cara yang mirip tindak terorisme juga, tambah Sasongko.

 

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar