Ketika Trembesi Membalas Budi

 Ketika Trembesi Membalas Budi

Catatan dari “Reuni Kariango”

Agendanya bertajuk “Reuni Trembesi”. Trembesi sendiri adalah nama pohon yang bahasa latinnya disebut Samanea Saman dari keluarga Fabaceae. Masyarakat Sunda menamakan pohon ini Ki Hujan. Kepada masyarakat internasional, Anda harus menyebutnya “rain tree” (pohon hujan).

Kegiatan pada Selasa, 6 Desember 2022 itu berlangsung di Markas Brigade Infanteri (Brigif) Para Raider 3/Tri Budi Sakti (TBS), di Maros, Sulawesi Selatan. Brigade ini juga acap disebut sebagai Brigif Kariango. Jaraknya kurang-lebih 33 km dari kota Makassar ke arah utara.

Reuni itu melibatkan dua makhluk hidup beda jenis: Pohon dan manusia. Pohonnya, pohon trembesi. Manusianya, adalah manusia-manusia yang terlibat (langsung atau tak langsung) pada penghijauan area Mabrig Kariango.

Mereka datang dari berbagai kalangan: Militer dan sipil. Merekalah yang bahu-membahu bekerja keras menjadikan lahan tandus area Brigif Kariango menjadi “hutan trembesi” dalam kurun waktu dua tahun. Kini, 16 tahun kemudian, mereka berjumpa lagi.

Kisah trembesi Kariango ini bermula ketika Doni Monardo menjabat Komandan Brigade berpangkat kolonel tahun 2006 – 2008. Selama dua tahun itulah berbagai kisah menarik terajut menjadi kenangan indah. Karenanya, menjadi sangat sentimentil suasananya, saat momen itu direunikan.

Tur Markas Brigade

Komandan Brigif Kariango, Kolonel Inf. Kamil Bahren Pasha, S.Sos., M.A. lulusan Akmil 2000 menjadi tuan rumah yang baik. Mereka membentuk semacam panitia yang mempersiapkan segala sesuatunya. Termasuk sehari sebelumnya, memasang tenda berbalut nuansa merah-putih, serta panggung dengan latar hijau bertuliskan “Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita”.

Kesibukan lain juga terjadi di kantor Pengurus Pusat Persatuan Purnawirawan TNI-AD (PPAD) di Matraman, Jakarta Timur. Sekjen PP PPAD, Mayjen TNI Purn Komaruddin Simanjuntak pun menyusun panitia bayangan untuk mem-back-up kegiatan Reuni Trembesi.

Sederet pengurus PP PPAD pun hadir. Kebetulan, hari yang sama berlangsung acara Pengukuhan Pengurus DPD PPAD Provinsi Sulawesi Selatan, di aula Kodam XIV/Hasanuddin, Makassar. Pagi pengukuhan, siang reuni.

Acara disusun secara sederhana. Diawali dengan tur ke area markas brigif. Mereka menyapa pohon-pohon trembesi, baik yang ada di area sekitar markas komando (mako), lingkungan perumahan, tempat ibadah, tepian danau, area latihan menembak, kebun bibit, dan lain-lain.

Kalau pohon bisa ngomong, mereka tentu juga merasakan senang yang luar biasa bisa bertemu manusia-manusia pecinta lingkungan yang dulu menanam, merawat, dan membesarkannya hingga kini. Hampir semua peserta tur trembesi di markas Brigif Kariango tidak percaya, area yang tahun 2006 begitu tandus dan gersang, kini sangat rindang-rimbun oleh pepohonan trembesi.

Kawasan militer yang dulu menjadi “jajahan” ternak kambing dan sapi warga serta tempat menimbun sampah, saat ini begitu bersih. Tak ada satu pun ternak warga nyelonong masuk markas. Kalaupun ada lebih 100 ekor sapi di markas, itu adalah hewan peliharaan prajurit brigade.

Sapi-sapi itu ikut membantu kesuburan trembesi dengan kotorannya. Sementara, akibat kanopi trembesi begitu rindang, rumput tumbuh subur di bawah, dan menjadi santapan lezat sapi-sapi itu.

Warna-warni Testimoni

Usai tur, peserta reuni trembesi menyantap aneka cemilan khas Makassar. Ada barongko, jagung ketan putih, putu cangkir, sikaporo bugis, buroncong panas, dan lain-lain.

Dua prajurit Kowad sebagai MC lalu memulai acara, diawali dengan testimoni virtual dari Danjen Kopassus Mayjen TNI Iwan Setiawan.

Iwan lulusan Akmil 92 merasakan betul sentuhan Doni Monardo di Mako Kopassus. Baik semasa Doni menjabat Wadanjen maupun memuncaki jabatan Danjen Kopassus, banyak menanam pohon dan menjadikan markas baret merah menjadi sangat rimbun dengan aneka pepohonan.

Iwan juga mengilas riwayat kariernya saat menjabat Danbrigif 22/Ota Manasa (2012-2013) di Gorontalo. “Ketika itu saya juga banyak menanam trembesi, yang bibit-bibitnya saya dapat dari Kariango. Saya ingat pesan beliau (Doni Monardo) saat meminta bibit trembesi. Beliau menekankan, yang penting bukan berapa jumlah pohon yang ditanam, tetapi berapa pohon hidup. Karena itulah, kami jaga betul supaya bisa hidup dan tumbuh dengan subur. Saat ini, trembesi-trembesi di Gorontalo menjadi salah satu hal baik yang saya bisa kenang, berkat pak Doni,” kata Iwan yang pernah mendaki Mount Everest saat masih berpangkat letnan.

Pemberi testimoni kedua, Brigjen TNI Susilo. Saat ini Susilo Kasdam VI/Mulawarman. Sebelumnya, Kasdif 3 Kostrad.

Brigjen Susilo menyatakan, menanam trembesi di Kariango adalah pengalaman tak terlupakan selama menjalani karier di TNI. Sebagai Dandenma kala itu, ia yang pertama kali dipanggil.

“Ada 20.000 bibit trembesi yang harus kami tanam. Tidak hanya di markas Brigif tapi sampai ke area Yon Arhanud yang tak jauh dari lokasi Mabrig. Tegas beliau nyatakan, jangan sampai ada yang mati. Kalau sampai ada yang mati, habislah kami,” kata Susilo sambil tertawa kecut.

Usai menerima perintah, Susilo pun mengumpulkan para prajurit dan menyampaikan tugas komandan. “Hampir setiap malam saya keliling markas meneliti satu per satu pohon trembesi. Jangan sampai ada yang mati. Kalau sampai ada yang mati, buru-buru kami ganti dengan bibit baru. Yang penting, besok pagi saat komandan keliling, tidak menjumpai ada pohon yang mati,” katanya.

Susilo menilai kepemimpinan Doni sebagai sebuah “seni” tersendiri. Berkat kepemimpinan yang tegas, serta kerja keras prajurit, sekarang semua bisa menikmati hasilnya. “Saya camkan betul pola kerja beliau, yaitu kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas dan kerja tuntas,” tambahnya.

Sudah Kenal Trembesi

Salah satu tokoh penting yang hadir hari itu adalah Mayjen TNI Purn Djoko Susilo Utomo. Joko adalah Danbrigif Kariango ke-19, tahun 1997. Sepuluh tahun kemudian ia kembali bertugas ke Sulsel sebagai Pangdam VII/Wirabuana (sekarang Kodam XIV/Hasanuddin).

Joko sendiri mengaku mengenal trembesi sejak tahun 60-an. Di depan rumahnya di Bandung, terdapat satu pohon trembesi. Saat itu, ia ingat betul sering mengumpulkan biji-biji trembesi kemudian disangrai menyerupai pop-corn.

Kenangan itu kemudian terngiang kembali saat ia menjabat Pangdam VII/Wirabuana (2007 – 2009). Saat itulah ia dipertemukan dengan Andi Tenri “Onny” Gappa.

Djoko pun membuat semacam surat tugas kepada Onny, menjalankan misi menanam trembesi di seluruh wilayah Sulawesi. Maka Onny pun mendatangi semua Korem dan Kodim untuk maksud tersebut.

Djoko mengaku sangat senang bisa hadir dalam acara reuni di Kariango. Lebih bahagia lagi karena mimpi Onny untuk “mentrembesikan” Sulawesi, bahkan seluruh Indonesia, sudah terwujud. “Lebih dari segalanya, upaya kita menanam trembesi bermanfaat untuk umat,” katanya, takzim.

Tentara Pasti Bisa

Pemberi testimoni selanjutnya adalah Andi Herry Iskandar, yang merupakan Wakil Walikota Makassar periode 2004 – 2009. “Saya senang sekali ada acara reuni trembesi. Ini adalah nostalgia pribadi. Saat Mako dibangun saya bekerja di sini, bahkan sempat bermalam. Saya melihat langsung bagaimana prajurit TNI bekerja,” katanya.

Dikisahkan, seminggu sebelum jadwal peresmian Mabrig (Dulu bernama Markas Kopasandha), kondisinya masih rawa-rawa. Tapi pada saatnya, peresmian bisa berjalan tepat waktu. “Sejak itu saya berkesimpulan, apa yang tidak mungkin, kasih tentara, pasti jadi,” kata Herry.

“Peran saya sebenarnya mirip bagian pemasarannya pak Onny dan pak Doni,” katanya sambil tertawa.

Suatu waktu, manajemen Semen Tonasa mengeluh area pabriknya yang gersang. Beberapa kali mencoba menanam pohon, tetapi gagal dan gagal. “Saya spontan menukas, kalau mau hijau, serahkan tentara, pasti jadi. Dan benar. Oleh pak Doni dan prajuritnya, lokasi Tonasa berhasil dihijaukan dengan trembesi,” tuturnya.

Ia punya pengalaman lain, saat pembangunan bandara baru Hasanuddin. Oleh Wapres Jusuf Kalla ia diminta secara khusus untuk ikut mengawasi. Suatu hari, ia usul untuk menanam trembesi di area bandara. Tapi usul itu ditolak pimpro, dengan alasan ini dan itu.

Akhirnya, saat Presiden SBY hadir meresmikan bandara Hasanuddin, kondisi bandara yang gersang menjadi sorotan. Presiden SBY mengkritik kurangnya penghijauan di sekitar bandara. “Habis dikritik presiden, barulah mereka kalang kabut. Akhirnya kembali saya minta tolong pak Doni menghijaukan area bandara. Dan jika kita saat ini melihat kesejukan bandara Hasanuddin termasuk di sepanjang jalan ke dan dari bandara, itu berkat prajurit Brigif Kariango,” ujar Herry.

Adapun Endong Rahmat Patompo yang juga menjadi saksi pembibitan trembesi di Kariango, secara berkelakar mengatakan, “Pak Doni itu bukan sekedar Doktor, tapi lebih tepat disebut professor pohon. Sebab beliau hapal betul nama nama pohon, jenis, rupa dan fungsinya.”

Tonasa Hijau

Testimoni virtual dilanjutkan oleh Andi Muhammad Said Chalik, yang mewakili PT Semen Tonasa. Ia berfoto dengan sejumlah staf di belakang, dengan latar pohon-pohon trembesi yang rimbun. Said Chalik mengucapkan terima kasih karena Tonasa sekarang hijau dengan trembesi. Bicara begitu, ia menunjuk deretan pohon trembesi di belakangnya.

Dari kalangan pengusaha yang berhalangan hadir dan memberi testimoni secara virtual, adalah Danny Amril Ichdan, Direktur Hubungan Antar Lembaga MIND ID. Menurut Danny, menanam pohon sama artinya dengan menanam kebajikan.

“Bukan saja berfungsi memperbaiki ekosistem, tapi mengingat alam adalah warisan bagi anak cucu kita. Karena itu, sebaiknya kita mewariskan bumi yang hijau. Karena itu kita harus lebih banyak menanam pohon,” ujarnya.

Yang tak kalah menarik adalah testimoni dari Adriansyah Chaniago wakil dirut PT Vale Indonesia. Adriansyah menceritakan, tahun lalu ia mengajak Doni Monardo dalam kapasitanya sebagai Komisaris Utama MIND ID berkunjung ke PT Vale Indonesia di Soroako. Saat tiba, Doni langsung menyambangi pohon trembesi yang ada di areal PT Vale seraya berkata, “Bibit Trembesi ini dari Kariango dan ditanam sekitar tahun 2007-2008.”

Doni mengingat, untuk penanaman di wilayah Soroako ketika itu, dikomandoi Letkol Marga Taufik dandim Palopo dan kemudian dandim Makassar. Lulusan Akmil 1987 ini juga pernah menjabat sebagai Pangdam Pattimura tahun 2019.

Kesaksian Prajurit

Dalam kesempatan itu, Danbrig Kariango, Kolonel Inf. Kamil Bahren Pasha mengajak 5 anggotanya sebagai saksi pembibitan di Kariango. Mereka adalah Mayor Inf Jayadi, Letda Inf Batwi Jumar, Letda Inf Harun, Serka Dani S. Rote dan Sertu Bakhtiar.

“Izin, saya tampilkan beberapa prajurit yang terlibat langsung penanaman trembesi tahun 2006, dan kebetulan hingga hari ini masih bertugas di Brigif Kariango,” kata Kamil Bahren.

Mereka, satu per satu, mengisahkan pengalaman tugas menghijaukan markas Brigif. Mulai dari pengalaman pahit, pengalaman buruk kena hukuman, sampai pengalaman-pengalaman lucu yang saat ini menjadi kenangan indah.

Salah satu saksi hidup sekaligus terlibat aktif pada program penghijauan Mabrig Kariango adalah Letjen TNI Purn AM Putranto. Saat Doni komandan, Putranto menjabat Kepala Staf (Kas) Brigif.

“Hampir tiap hari satu mobil dengan beliau. Yang kami bahas hanya dua. Pertama adalah kesejahteraan prajurit dan kedua soal pohon. Sampai saya perhatikan gallery HP beliau isinya foto pohon semua,” kata Anto, sambil tertawa.

Kesan yang tertanam di benak Putranto adalah komitmen yang kuat dalam menjaga lingkungan. Selain itu, kerja keras. “Pesan beliau adalah jangan berhenti berbuat baik, karena manfaatnya pasti akan dirasakan orang lain,” katanhya.

Ia ingat periode awal kepemimpinan Doni Monardo di Kariango. Doni menghentikan latihan prajurit. Yang diutamakan adalah membersihkan area markas yang sangat kumuh. “Kalau latihan pun, dalam suasana markas Brigif kotor, hasilnya tidak akan maksimal,” kata Anto menirukan kalimat Doni, komandannya.

Akhirnya, seluruh prajurit dikerahkan untuk melakukan bersih-bersih area markas. Sejumlah titik pembuangan sampah dibersihkan. Saluran air juga dibersihkan. “Saya ingat, dalam dua bulan tak kurang dari 350 rit truk sampah, sampai-sampai anggaran bensin habis untuk mengangkut sampah,” kenang Anto.

Setelah bersih, barulah proses penanaman trembesi. Disiplin personil juga ditingkatkan. Kualitas SDM dibangun dengan menghidupkan aktivitas masjid dan gereja.

Sementara itu, program trembesi tidak ada istilah kendor. Penyiraman pohon harus rutin. Mesin air menyala hampir 24 jam. “Yang saya heran, beliau tidak pernah nanya sama sekali soal anggaran. Tapi kalau anggaran kurang, selalu bisa terselesaikan. Karena beliau tidak pernah tanya masalah anggaran, maka daftar mata anggaran pun saya cetak besar dan tempel di papan, agar transparan,” katanya.

“Saya benar-benar bangga pernah menjadi bagian dari program penghijauan di sini. Pak Doni adalah tipikal yang tidak banyak bicara, tetapi prestasinya internasional,” pungkasnya.

Peserta reuni trembesi lain yang diminta memberi testimoni adalah keluarga Onny Gappa dan Pangdam XIV/Hasanuddin. Pangdam Mayjen TNI Totok Imam Santoso mencatat kesan, “Pak Doni itu identik dengan yang tidak ada menjadi ada. Seperti di Kariango, dari gersang menjadi hijau. Di Maluku, dari tidak ada menjadi ada program emas biru dan emas hijau,” kata Totok yang menjabat Irdam XVI/Pattimura saat Doni menjabat Pangdam. Ia belajar banyak dari Doni Monardo. Termasuk soal transparansi anggaran.

Bahasa Pohon

Yang menarik, panitia Reuni Trembesi juga mengundang Ikatan Arsitek Lansekap Indonesia. Mereka hadir berama tim arsitek lansekap IKN (Ibu Kota Negara). Saat memberi testimoni, pengurus IALI mengatakan, “Kami mendengar semua testimoni sebelumnya. Yang kami tangkap adalah testimoni itu keluar dari suara hati para pecinta trembesi,” katanya.

Ia mengaku, begitu memasuki Markas Brigif Kariango dan melihat seluruh tampilan trembesi, merasakan aura trembesi yang bahagia dan berterima kasih kepada yang sudah menanam dan memelihara dengan baik. “Mereka bahagia di sini. Mereka bersyukur sudah dipelihara dan dicintai. Sebab pupuk terbaik pohon adalah kasih sayang,” katanya.

Cinta dan kasih sayang kepada trembesi itu sudah ada sejak pertama ditanam tahun 2006. Artinya, jika hari ini hasilnya begitu rimbun, adalah sebuah keniscayaan.

Siang tadi cukup terik. Saat perwakilan IALI bicara, hujan mulai turun. Ia pun mengartikan trembesi yang juga disebut sebagai “ki hujan”, atau “rain tree” dalam bahasa Inggris. Trembesi memang mengundang hujan sekaligus menyimpan cadangan air.

“Hujan yang kita rasakan sekarang ini adalah ucapan terima kasih trembesi-trembesi di sini atas kehadiran orang-orang yang telah punya jasa besar menanam dan membesarkan mereka. Itulah cara pohon membalas kebaikan yang menanam,” katanya.

Ia juga menjelaskan tentang manfaat dan kelebihan trembesi. Terutama kemampuannya menyimpan karbon.

Dalam kesempatan itu, ia hadir bersama tim arsitek IKN. Kepada Doni Monardo sebagai Ketua Umum PPAD, mengucapkan terima kasih atas sumbangan 140 ribu bibit pohon untuk IKN yang telah diserahterimakan secara simbolis kepada Menteri PUPR mewakili pemerintah RI.

“Kegiatan sumbangan pohon adalah bentuk partisipasi masyarakat. Dan yang dilakukan pak Doni bersama PPAD, Kadin, MIND ID serta Indika Grup adalah kontribusi yang pertama dari masyarakat untuk IKN. Kami yakin, langkah pak Doni akan diikuti para pihak yang lain dalam mewujudkan IKN kita,” katanya.

Pemberi testimoni berikutnya adalah Yuhan Subrata. Ia merupakan salah satu kepercayaan Doni Monardo dalam hal pembibitan pohon. Yuhan pula yang mengelola sejumlah kebun bibit Doni Monardo.

Pria bertubuh gempal ini mengaku mulai membantu Doni Monardo tahun 2010. Salah satu yang ia lakukan adalah me-record berapa pohon yang sudah ditanam Doni Monardo, dan berapa yang tumbuh. Salah satu kelebihan Yuhan adalah ketekunanya mendokumentasikan, merekam, mengabadikan dan menyimpan setiap proses penghijauan.

Di Kariango, misalnya, ia memiliki dokumentasi foto hampir dari tahun ke tahun, _before and after_. Foto-foto itu diambil dari angle yang sama. Karenanya saat kemarin hadir di Reuni Trembesi ia spontan bergumam, “Pohon di dekat gerbang sudah ditebang. Sejumlah pohon yang ditanam pak Doni dekat danau juga sudah tidak ada.”

Di mata Yuhan, Doni adalah tentara langka. Ia memiliki keseriusan yang sangat tinggi terhadap pembibitan dan penanaman pohon. “Waktu beliau Danrem Surya Kencana Bogor, beliau bahkan bisa menyuruh prajurit apel di kebun bibit. Selesai apel, langsung buka baju dan prajurit itu kerja memasukkan bibit pohon ke polybag,” kenang Yuhan.

Dalam kesempatan itu, Yuhan mengajak salah satu prajurit Rindam XIV/Hasanuddin yang pernah membantu Doni Monardo mengirim lebih 10 ribu bibit pohon ke Papua dan Kalimantan dengan kapal laut.

Perajurit bernama Serka Arfandi itu kemudian menceritakan suka dukanya. Ia begitu bangga, karena di Kalimantan diterima langsung oleh Pangdam. Ia bahkan diminta berbicara di depan staf dan prajurit Kodam Mulawarman terkait trembesi.

*Tulisan ini masih menyimpan satu bagian penting, yaitu testimoni dari Letjen TNI Purn Doni Monardo. Ada kisah lucu. Ada isak tangis Doni untuk Onny. Tabik*.

(BERSAMBUNG)

Egy Massadiah dan Roso Daras

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar