Perundingan Tripartit CV MGL dan Pekerja Kembali Belum Menemukan Kesepakatan
SLEMAN – Setelah dilakukan perundingan tripartit pertama antara CV Mitra Gema Lestari (MGL) dan pekerja yang di PHK, serta difasiltasi Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Sleman tidak ada titik temu, pada tripartit ke dua juga kembali deadlock.
“Tripartit ke dua dengan mediator baik dari Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, yang juga dihadiri Tim Pengawas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi D.I.Yogyakarta kembali mengalami kebuntuan, tidak tercapai kesepakatan di ke dua belah pihak,” kata Robert Kuncoro Yakti selaku medator seusai perundingan di Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Sleman, Selasa (18/8/2020).
Lebih jauh Robert menjelaskan, mengingat belum ada titik temu, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Sleman memberikan anjuran tertulis sesuai undang-undang, yakni selama 10 hari kerja.
“Dalam rentang waktu tersebut, apakah ke dua belah mau menerima, atau ada pihak yang menolak atau ke duanya menerima,” ujarnya.
Setelah 10 hari, lanjutnya, kami akan membuat risalah yang nantinya akan menjadi lampiran jika akan berlanjut pada gugatan.
Sementara itu tim pengawasan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY, Johan Aji Susilo dalam penjelasan singkatnya mengatakan, Disnakertrans DIY dalam kesempatan ini hanya melakukan mediasi.
“Untuk langkah selanjutnya, kami akan melakukan kunjungan ke perusahaan untuk melihat kepastian data yang disampaikan saat perundingan,” tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut Kuasa Hukum PT MGL, Fatkul Huda SH mengungkapkan pihak perusahaan sudah beritikad baik memberikan pesangon kepada 19 karyawan yang di PHK sebesar Rp 225 juta.
“Perusahaan selama dua tahun berturut-turut mengalami kerugian. Bahkan perusahaan saat ini tengah menanggung piutang sekitar Rp 40 miliar. Oleh karena itu perusahaan terpaksa melakukan PHK,” jelas Fatkul
Ditambahkannya karena tanggungan piutang yang besar, pesanggon sebesar Rp 225 juta, bukan berarti tidak menghargai tetapi karena kemampuan perusahaan hanya sampai di situ, tambahnya.
Sedangkan di sisi lain dari pihak Pekerja melalui salah seorang perwakilan serikat buruh, Erlangga menyatakan tawaran pesanggon sebesar Rp 225 juta masih sangat kurang.
“Pekerja sangat berharap adanya keadilan dari perusahaan, karena mereka sudah bekerja belasan tahun,” ungkap Arlangga. (njar)