SURABAYA – Tim Unit IV Subdit Indag Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim, mengungkap peredaran regulator tekanan rendah yang tak SNI (Standart Nasional Indonesia).
Dari pengungkapan ini, penyidik telah menetapkan seorang tersangka yakni pimpinan dari PT. Cipta Orion Metal, selaku produsen yang telah memperdagangkan regulator merk Starcam yang tidak sesuai SNI.
“Penyidik berhasil mengungkap regulator tak SNI. Pemiliknya telah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Gatot Repli Handoko, Senin (5/4/2021).
Gatot menjelaskan, terungkapnya kasus ini setelah penyidik melihat dari salah satu media adanya pemberitaan tentang pemusnahan terhadap regulator LPG. Dari situ, anggota akhirnya melakukan penyelidikan.
Dari penyelidikan yang dilakukan, anggota mendatangi salah satu gudang di kawasan Margomulyo Indah dan pergudangan Mutiara blok B-30, Surabaya.
“Ada pemberitaan dari salah satu media, berangkat dari inilah anggota melakukan pengecekan dan penyelidikan di salah satu distributor yang ada di wilayah Jawa Timur,” jelasnya.
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan di B4T (Balai Besar Bahan dan Barang Teknik) dan di BBLM (Balai Besar Logam dan Mesin). Bahwa regulator yang diperdagangkan ke masyarakat tidak terpenuhi unsur terhadap produk regulator tekanan tendah.
“Produk ini sangat berbahaya jika dipergunakan oleh konsumen atau masyatakat,” ucapnya.
Regulator ini disita dari 5 (lima) distributor dan satu produsen, dari lima distributor PT. Jaya Gembira, PT. Paracom, CV. Satelit, CV. Utama dan CV. Adma Totalindo. Total ada sekitar 34.913 regulator yang diamankan.
Sementara itu, Wadirreskrimsus Polda Jatim AKBP Zulham Efendi menjelaskan, apabila regulator ini digunakan oleh masyarakat di dalam ruangan, maka itu akan membahayakan konsumen. Karena hasil uji, bahwa ada bunyi dan getaran. Dan jika ada percikan api maka bisa menyebabkan kebakaran.
“Harga tidak jauh berbeda dengan yang ada di lapangan, namun dari segi keselamatan jauh berbeda dengan yang ber SNI,” ucap Zulham.
Akibat perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 113 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan dan Pasal 66 UU Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.
“Ancamannya penjara 5 tahun,” tutup Zulham. (Tor)