Penggunaan Bahasa Indonesia Di Ruang Publik

 Penggunaan Bahasa Indonesia Di Ruang Publik

Jakarta, mimbar.co.id- Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof Dr Dadang Sunendar M.Hum, mengungkapkan, pihaknya selalu menghimbau penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik.

Kami selalu menghimbau kepala daerah, para Gubernur, Bupati, Walikota agar melaksanakan dan mentaati UU No 24 tahun 2009 pasal 36. Yang kita bicarakan disini adalah, simbol negara, yang kita bicarakan disini adalah jati diri bangsa kita sebagai bangsa Indonesia , yang kita bicarakan disini adalah simbol yang menjadi kebanggaan nasional,” kata Dadang disela kegiatan Forum Diskusi Tenaga Penyuluh Kebahasaan dan Kesastraan dan Lokakarya Eksternal Pedoman Seritifikasi Ahli Bahasa, yang berlangsung di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Rabu (11/7).

Dalam UU No 24 tahun 2009 pasal 36 yaitu, (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama geografi di Indonesia. (2) Nama geografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) nama resmi. (3) Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. (4) Penamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing apabila memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan.

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa juga menyebutkan, bahasa Indonesia itu indah, kami juga sudah menyiapkan nama sebagai alternatif untuk penamaan, gedung, apartemen dan lain-lain.

Kalau untuk iklan dan lain-lain, ingin mengunakan bahasa asing boleh. Kami tidak anti bahasa asing. Tapi yang pertama bahasa negara dulu, baru dibawahnya bahasa asing silahkan,” ujar Dadang.

Ia juga menyebutkan seperti di beberapa daerah itu biasanya, penggunaannya bahasa Indonesia dulu, bahasa daerah, lalu bahasa asing.

Sementara itu Dadang juga menyebutkan terkait dengan penyuluh ahli bahasa ini, sangat penting dan mendesak. “Ahli bahasa ditanah air ini, masih kurang jumlahnya. Kita hanya baru memiliki 184 penyuluh bahasa yang ada di pusat maupun di daerah, sedangkan jumlah kasus yang ditangani sangat besar, sedangkan tahun lalu saja lebih dari 300 kasus. Sedangkan tahun ini saja sudah lebih dari 200 kasus yang harus ditangani,” ujarnya.

Untuk proses pengadilan, pihaknya membantu kejaksaan, kepolisian untuk menghadirkan seorang ahli bahasa. Konsekuensinya, dari adanya media sosial sekarang ini memunculkan beberapa kasus yang harus ditangani oleh ahli-ahli bahasa.

Begitu pula para ahli bahasa ini juga dapat membantu pemerintah daerah dalam pembuatan perda-perda, dan hingga saat ini jumlah ahli bahasa itu masih kurang,tambahnya. (van)

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar