HUT Ke-12 KAI Turut Aktif Dalam Pembangunan Hukum Nasional
JAKARTA – Organisasi Advokat Kongres Advokat Indonesia (KAI) berdiri pada tanggal 30 mei 2008, melalui hasil kongres Advokat Indonesia yang dihadiri 3000 Advokat, di tambah ribuan dukungan tertulis dari Advokat yang tidak bisa hadir di arena kongres.
Pada moment Ulang Tahun yang ke 12 ini KAI sebagai organisasi Advokat, dengan Misi Memperjuangkan Kebenaran dan Keadilan, Hak Asasi Manusia, turut aktif dalam Pembangunan Hukum Nasional serta Menegakkan Supremasi Hukum Indonesia.
Salah satu Prinsip yang dianut bangsa Indonesia dalam bernegara adalah Prinsip Negara Hukum. Bagaimana perkembangan wajah Hukum, dan Penegakan Hukum di Negara kita saat ini, sungguh sangat memprihatinkan, jauh dari harapan.Kita tidak dapat menutup mata atas kelemahan Penegakan Hukum di Negara kita saat ini.
Dalam rilis yang diterima, Selasa (9/6/2020) menyebutkan, sebagian masyarakat tidak percaya dengan Hukum,dengan pengertian tidak mempercayai aparat penegak Hukum, Polisi, Jaksa, Hakim dan Pengacara, karena seringnya terungkap proses Hukum dan Putusan Pengadilan yang kontroversial, jauh dari rasa keadilan, tumpul keatas, tajam kebawah.
Penegakan Hukum yang hanya mengutamakan pemenuhan prosedural yang tidak menyentuh keadilan Substantif. Bagi Sebagian besar Masyarakat, keadilan menjadi barang mahal yang sulit dijangkau, seperti dalam perkara Pidana Umum maupun Narkotika.
Begitu pula disampaikan dalam perkara Narkotika mayoritas pelaku pemakai yang idealnya tuntutannya/Putusannya harus direhab tetapi dihukum penjara yang berakibat penuh sesaknya penjara saking banyaknya pelaku pemakai yang dihukum. Sementara pelaku pemakai dari kalangan Selebritis atau orang-orang terkenal lebih banyak dihukum untuk direhab, disini terlihat perbedaan penaganan perkaranya oleh pihak aparat hukum terkait.
Menurut KAI, disisi lain, aroma Penegakan Hukum yang diskriminatif terasa semakin menyengat, jika pihak yang melanggar hukum adalah pihak yang dekat dengan kekuasaan. Proses hukumnya berjalan sangat lambat dan berputar – putar yang tidak jarang prosesnya berhenti tidak tau rimbanya, sebaliknya jika pelanggar dari masyarakat yang kritis maka sekecil apapun perkaranya akan diproses dengan super cepat, ini terlihat dalam penaganan dan penerapan Undang-Undang ITE.
Jika keadaan ini dibiarkan , kepercayaan rakyat terhadap Hukum akan runtuh dan dapat membahayakan stabilitas Negara kita. Secara nyata stigma masyarakat dalam menghadapi permasalahan hukum Tidak Mungkin Mendapatkan Keadilan.
Untuk itu, KAI menghimbau kepada semua Lembaga Negara baik Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif dan semua stageholder terkait dengan Pranata Hukum seperti para Organisasi Advokat, para Profesional Hukum untuk menjaga dan mengawal eksistensi Indonesia sebagai Negara Hukum.
Maka mewujudkan cita-cita Negara Hukum Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang dapat menciptakan keadilan bagi seluruh Rakyat Indonesia tanpa diskriminasi, memerlukan pula dukungan luas dari semua komponen Bangsa.
Rilis tersebut juga menyebutkan, kondisi bangsa kita dan dunia saat ini, sedang berjuang melawan Pandemi Covid-19. Masyarakat kita yang terkena wabah ini lebih dari 26.000 orang, yang sembuh 7.600an orang dan yang meninggal 1.600an lebih termasuk para Dokter dan Perawat.
Bersama ini KAI mengucapkan Turut Berduka Cita yang sedalam-dalamnya atas korban yang meninggal, dan Penghargaan yang tinggi atas Perjuangan Para Dokter dan Tenaga Medis. Dalam situasi dan kondisi wabah Covid-19 ini, Presiden telah mengeluarkan PERPPU No. 1 Tahun 2020 tanggal 31 Maret 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Harapannya PERPU untuk melindungi nyawa Rakyat termasuk didalamnya Tenaga Medis dari wabah Covid-19, namun kenyataan PERPU tersebut titik konsentrasinya lebih pada penyelamatan Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan (darurat ekonomi). Tentunya kita prihatin atas terbitnya PERPPU No. 1 Tahun 2020 tersebut, karena banyak melanggar ketentuan UUD 1945.
Maka PERPU tersebut mencabut kekuasaan Lembaga Negara, Lembaga Kehakiman, DPR, dan BPK. Ketentuan pada Pasal 27 dan Pasal 28 PERPPU No.1 Tahun 2020 tersebut telah mengkebiri fungsi dan kewenangan Lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan UUD 1945, yakni kekuasaan Kehakiman yang merupakan Kekuasaan yang Merdeka untuk menyelenggarakan Peradilan guna Menegakkan Hukum dan Keadilan.
Selanjutnya, kewenangan DPR untuk membahas dan memberikan persetujuan terhadap Perubahan APBN. Begitu pula dengan kewenangan BPK untuk memeriksa Pengelolaan Keuangan Negara.
Masih dalam rilis tersebut juga dijelaskan dengan PERPPU yaitu, Kekuasaan Presiden dan jajaran Eksekutif dibawahnya seperti Menteri Keuangan dan Lembaga-Lembaga Keuangan seperti BI , OJK, dan KKSK terlihat begitu berkuasa. Mereka mendapat Perlindungan Hukum dan Hak Imunitas dari tuntutan Pidana, Perdata, dan TUN.
PERPPU ini terlihat tidak menghormati Prinsip Indonesia sebagai Negara Hukum yang memberikan Kedudukan dan Persamaan Didepan Hukum dan PERPPU ini juga bertentangan dengan semangat Pemberantasan Korupsi.
Kita semakin menjadi prihatin karena DPR telah menyetujui PERPPU ini menjadi Undang-Undang. Dengan demikian DPR telah sepakat dan menyetujui terhadap PERPPU tersebut, yang tentunya DPR secara tidak langsung telah menyetujui terhadap isi PERPPU yang telah melanggar UUD 1945 tersebut, termasuk mengamputasi Kewenangan DPR dibidang pembahasan Perubahan Anggaran APBN.
Berkenaan dengan hal-hal yang telah dijelaskan tersebut diatas dan dalam rangka memperjuangkan Tegaknya Negara Hukum Indonesia, maka DPP KAI menyampaikan pandangan dan pemikiran yaitu Pertama, KAI mendukung Perjuangan Para Tokoh Nasional dan LSM yang telah mengajukan
Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi terhadap PERPPU No. 1 Tahun 2020 dan yang akan mengajukan Judicial Review terhadap PERPPU No.1 Thun 2020 yang telah disetujui oleh DPR menjadi Undang-Undang.
Selanjutnya Kedua : Agar Mahkamah Konstitusi dalam memeriksa dan mengadili Judicial Review terhadap PERPPU No. 1 Tahun 2020 yang telah disetujui DPR menjadi Undang-Undang tersebut, betul-betul menempatkan Mahkamah Konstitusi sebagai Penjaga dan Pengawal Konstitusi dan menghindari serta menolak segala bentuk Intervensi dari pihak manapun.
Ketiga : Agar Para Menteri dan Instansi Pemerintah dibidang Hukum harus berani memberikan masukan kepada Presiden, setiap Presiden mengeluarkan PERPU agar Presiden terhindar dari pembuatan PERPPU yang melanggar Konstitusi.
Keempat : Mendesak Pemerintah dan DPR untuk mengajukan dan membahas Revisi beberapa Undang-Undang, yakni : Undang-Undang ITE, kemudian Undang-Undang Narkotika. Undang-Undang Advokat.
Kelima : Mendesak agar POLRI dalam menangani perkara-perkara tertentu dan bernuansa politis seperti Perkara Makar, Perkara Kerusuhan di Jakarta seperti Perkara Kerusuhan didepan BAWASLU pasca diumumkannya hasil Pilpres oleh KPU, memberikan kesempatan kepada Tersangkanya untuk dikunjungi keluarga dan Pemeriksaan BAP nya didampingi oleh Penasihat Hukum/ Lawyer yang ditunjuk oleh Tersangka/keluarganya sesuai dengan ketentuan KUHAP. Hal ini diperlukan untuk menghindari kecurigaan adanya dugaan tekanan fisik maupun psikis selama Tersangka ditahan.
Hal ini diperlukan untuk menjaga citra POLRI yang professional dan citra Negara kita sebagai Negara Hukum. Disamping itu KAI juga menghimbau agar pihak POLDA Jogja melakukan pengusutan atas dugaan Intimidasi dengan Tuduhan Makar dan ancaman pembunuhan terhadap Panitia Diskusi Mahasiswa
Constitutional Law Society dan Profesor Hukum Tata Negara Nikmatul Huda sebagai calon pemateri dengan judul Diskusi “Meluruskan Persoalan Pemecatan Presiden Ditengah Pandemi ditinjau dari sistim Ketatanegaraan”.
Dengan Intimidasi tersebut berakibat acara diskusi tersebut menjadi batal. Tindakan Intimidasi tersebut telah merusak aturan Kebebasan Mimbar Akademis yang berlaku di Negara kita.
Keenam : Mendesak agar Kejaksaan Agung yang sedang menangani Perkara Dugaan korupsi Besar di PT. Asuransi Jiwasraya melakukan penyidikan dengan Profesional, terbuka,
dan menindak siapapun yang terlibat dalam Perkara tersebut. Kejaksaan Agung harus berani menolak seandainya ada pihak-pihak yang melakukan Intervensi terhadap penyidikan Perkara Korupsi di PT. Jiwasraya tersebut. (rls/KAI)