NASIONAL

Lawan Radikalisme, Milenial Diminta Jangan Setengah Hati

JAKARTA – Anggota Pengurus Pusat Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) KH Misbachul Munir Cholil menginginkan kejelasan sikap kaum milenial dalam melawan radikalisme.

Hal itu ia sampaikan dalam Diskusi Kebangsaan bertema “Generasi Milenial Menangkal Radikalisasi dan Terorisme dalam Pendidikan”.

Menurutnya, kelompok muda tidak boleh lengah, harus mempertegas sikap apa yang akan dilakuan merespon angka radikalisme yang terus mengalami peningkatan.

Ia menyebut, Indonesia hampir setiap tahun terjadi peristiwa aksi terorisme dan radikalisme agama yang berdampak buruk terhadap masyarakat Indonesia yang tak berdosa. Terorisme memang bukan terkait dengan agama tetapi hampir semua pelaku terorisme ber KTP Islam.

“Maka hari ini kita harus tegas dalam menangkal radikalisme, jangan abu-abu. Biar segera ketemu mana ini dalangnya,” kata Kiai Misbach saat menjadi narasumber kegiatan Dialog Kebangsaan di Salah satu Rumah Makan di Jakarta Pusat, Kamis (12/12/19) sore.

Kiai Misbach mengungkapkan, radikalisme agama sangat mungkin tumbuh di masjid-masjid sebab kelompok tersebut kerap menjadikan masjid untuk menyampaikan narasi negatif kepada kelompok tertentu. Karenanya, seharusnya masyarakat sadar bahwa lahirnya kebijakan pemerintah untuk memantau khatib di masjid agar materi dakwahnya tidak memiliki unsur radikalisme.

“Harusnya dakwah itu yang sejuk, yang ramah. Kalangan anak muda harus pahami ini, dakwah Islam itu mendorong agar orang bersikap tenang bukan malah menjadi beringas,” tuturnya.

Sementara itu, Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dianta Sebayang mengatakan masyarakat Indonesia berpotensi menjadi teroris jika tidak memiliki akidah yang kuat. Terutama akidah Islam yang menjurus pada nilai ajaran tawashutiyah.

Banyaknya masyarakat miskin kata dia juga menjadi pemicu warga Indonesia mau menjadi teroris. Untuk itu pemerintah perlu meningkatkan kesejahteraan dan keadilan di masyarakat sehingga ketakutan tersebut tak muncul.

“Paling banyak berpotensi menjadi teroris adalah pengangguran dan pekerjaan dengan penghasilan minimal. Mereka banyak yang terindikasi radikal adalah dari pekerja jasa atau kasar. buktinya tidak ada dirut yang melakukan bom bunuh diri, tidak ada pelaku bom yang memiliki rumah di Pondok Indah kebanyak mereka hanya ngontrak dari satu tempat ke tempat lain,” tambahnya. (Rls/Ilham)

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button