BPK Ajak Pengelola Keuangan Daerah Pahami Kode Etik

 BPK Ajak Pengelola Keuangan Daerah Pahami Kode Etik

KUPANG – Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK) mengajak seluruh pengelola keuangan daerah pemerintah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk bersinergi memahami kode etik BPK.

Tentunya sekaligus melakukan ajakan untuk menyelesaikan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK dengan penandatanganan komitmen.

Ajakan ini diwujudkan dalam kegiatan Workshop Implementasi Kode Etik BPK, dengan tujuan agar BPK dan seluruh jajaran pengelola keuangan daerah menegakkan kode etik, sehingga keuangan negara dan daerah dikelola berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

“Penegakan kode etik memerlukan dukungan BPK dan stakeholders BPK. BPK memiliki fasilitas aplikasi whistleblower system dan BPK membuka diri untuk menerima laporan atau pengaduan apabila diduga kuat ada oknum BPK yang melakukan perbuatan melanggar kode etik BPK. Namun tentunya dengan mendasarkan pada bukti pendukung, bukan fitnah atau kesengajaan yang dibuat-buat dan tidak sesuai fakta,” kata Ketua BPK, Agung Firman Sampurna, dalam sambutan pembukaan workshop di Kupang, NTT, hari ini (13/12/2019).

Saat ini, kode etik BPK diatur dalam Peraturan BPK No. 4 Tahun 2018. Peraturan tersebut berisi nilai-nilai dasar BPK dalam bentuk kewajiban dan larangan bagi Anggota BPK maupun pemeriksa BPK, serta jenis sanksi yang dijatuhkan oleh Majelis Kehormatan Kode Etik (MKKE) jika kewajiban atau larangan tersebut dilanggar.

Kode Etik BPK harus diwujudkan dalam sikap, perilaku, dan tindakan Pemeriksa dan Anggota BPK selama menjalankan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Laporan atau pengaduan tentang dugaan pelanggaran kode etik BPK akan diproses sesuai prosedur yang berlaku melalui pemeriksaan oleh Tim Kode Etik dan pemeriksaan dalam persidangan MKKE.

Selanjutnya, apabila berdasarkan hasil persidangan disimpulkan terdapat pelanggaran kode etik, maka MKKE akan memberi sanksi tegas. MKKE BPK tidak segan-segan menjatuhkan sanksi berat pemberhentian tetap sebagai pemeriksa jika pemeriksa BPK terbukti melanggar kode etik yang berdampak negatif bagi kredibilitas BPK.

Penegakan integritas MKKE diwujudkan dengan dasar pembentukan anggotanya, yaitu terdiri dari unsur Anggota BPK serta unsur profesi dan akademisi.

“Agar terlepas dari pengaruh dan kepentingan pribadi, maka kami Pimpinan BPK sepakat bahwa keanggotaan MKKE berjumlah ganjil dengan komposisi dua orang dari Anggota BPK, tiga orang dari luar BPK,” jelas Ketua BPK.

Untuk itu Ketua BPK berharap agar pemerintah daerah sebagai entitas BPK untuk saling menjaga dan saling memperkuat, untuk penegakan kode etik. Melalui workshop ini, diharapkan apabila ada pelanggaran kode etik, entitas dapat memahami apa yang harus dilakukan, ke mana harus melaporkan, serta bagaimana proses penanganannya.

Dalam workshop Implementasi Kode Etik BPK ini, dilakukan penandatangan pernyataan komitmen antara para Inspektur Daerah dengan para Kepala Daerah se–Provinsi NTT, dimana para Inspektur Daerah berkomitmen untuk meningkatkan penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK.

Workshop Implementasi Kode Etik BPK ini dihadiri oleh Anggota MKKE, Gubernur NTT, para Bupati dan Walikota di wilayah NTT, Ketua DPRD wilayah NTT, Inspektorat BPK, pegawai BPK, serta pegawai lingkungan pemerintah daerah di wilayah NTT.(*)

 

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar