Ketua MPR RI: Perlu Restrukturisasi Cegah Tingginya Kredit Macet Dampak Pandemi Covid-19
JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan perlunya restrukturisasi kredit sebagai akibat dampak pandemi Covid-19.
Sebagaimana juga telah diperingatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahwa potensi kredit macet bisa membengkak sebesar 16 persen. Dalam catatan OJK per September 2020, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) industri perbankan masih di kisaran 3,15 persen.
“Walaupun masih berada dalam batas aman, bukan berarti kita bisa menyepelekannya. Kehadiran POJK 11/2020 tentang restrukturisasi harus dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para pelaku usaha, termasuk UMKM. Antara lain untuk mendapatkan penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit/pembiayaan, dan/atau konversi kredit/pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara. Sehingga, NPL tidak meningkat mencapai 16 persen lebih,” kata Bamsoet dalam Seminar Nasional ‘Restrukturisasi Keuangan dan Bisnis dalam Menghadapi Krisis Ekonomi’ yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi Universitas Wahid Hasyim (UNWAHAS) Semarang, secara virtual di Jakarta, Jumat (27/11/20).
Turut serta antara lain Rektor UNWAHAS Semarang Prof. Dr. H. Mahmutarom, Dekan Fakultas Ekonomi UNWAHAS Khanifah. S.E., M.Si., Akt., CA, Ketua Yayasan Wahid Hasyim Semarang Prof. Dr. KH. Noor Achmad. MA, Direktur Finance and Business Strategy MNC Group Henri Gunawan, Chief of Group Treasury and Investor Relation Kalla Group Andie Hazairin Soekamto.
Ketua DPR RI ke-20 ini mengingatkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyampaikan perkembangan terbaru terkait dengan restrukturisasi kredit perbankan yang terkena dampak pandemi Covid-19.
Hingga akhir pekan lalu, 20 November, berdasarkan laporan bank-bank ke OJK, total kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp 932,6 triliun, tercatat terbesar sepanjang sejarah. Melibatkan 7,53 juta debitur.
Dengan komposisi 5,84 juta terdiri dari debitur di sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dengan outstanding Rp 369,83 triliun. Sisanya 1,69 juta dari non-UMKM dengan total kredit yang direstrukturisasi senilai Rp 562,54 triliun.
Calon Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini mengungkapkan, dalam rangka restrukturisasi keuangan dan bisnis, perlu mengoptimalkan peran penting dari segenap pemangku kepentingan. Antara lain pemerintah melalui kebijakan fiskal berupa stimulus pajak dan belanja negara, serta investasi. Bank Indonesia melalui pelonggaran kebijakan moneter, penerapan prinsip kehati-hatian pada sistem keuangan makro atau makroprudensial, dan sistem pembayaran. Serta OJK melalui pengawasan mikroprudensial perbankan dan industri keuangan non bank.
“Fokus upaya pemulihan ekonomi harus dilakukan dengan mendorong sektor ekonomi produktif dan aman dari Covid-19, baik secara nasional maupun di masing-masing daerah. Percepatan melalui penyerapan anggaran, baik anggaran pusat (APBN) maupun daerah (APBD), juga akan memberikan dampak signifikan dalam mendorong permintaan agregat dan pemulihan ekonomi nasional,” ungkap Bamsoet.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, dalam upaya penanganan dampak pandemi Covid-19, pemerintah telah menggelontorkan dana yang cukup besar dalam APBN 2020, sebesar Rp 695,2 triliun. Anggaran ini dialokasikan untuk pembiayaan kesehatan, perlindungan sosial, insentif usaha, UMKM, pembiayaan korporasi, serta sektoral dan Pemda.
“Pembiayaan kesehatan sebesar Rp 87,6 triliun dialokasikan untuk belanja penanganan Covid-19, insentif tenaga medis, santunan kematian, bantuan iuran jaminan kesehatan nasional (JKN), Gugus Tugas Covid-19 dan insentif perpajakan di bidang kesehatan. Anggaran untuk perlindungan sosial sebesar Rp 203,9 triliun meliputi pembiayaan untuk program keluarga harapan (PKH), bantuan logistik/pangan/sembako, bantuan sosial untuk wilayah Jabodetabek dan luar Jabodetabek, insentif prakerja, subsidi biaya listrik, serta bantuan langsung tunai (BLT) dana desa,” jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menerangkan, anggaran insentif usaha sebesar Rp 120,6 triliun dialokasikan untuk cadangan pengeluaran, pajak penghasilan (PPh) pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh 22 impor, pengurangan angsuran PPh, pengembalian pendahuluan, penurunan tarif PPh badan, serta stimulus lainnya.
Sementara untuk UMKM sebesar Rp 123,5 triliun diperuntukkan bagi subsidi bunga, penempatan dana untuk restrukturisasi, belanja imbal jasa penjaminan (IJP), penjaminan untuk modal kerja, PPh final UMKM DTP, serta pembiayaan investasi kepada koperasi melalui lembaga pengelola dana bergulir (LPDB) koperasi dan KUMKM.
“Ada pula pembiayaan korporasi sebesar Rp 53,6 triliun, dialokasikan untuk penempatan dana restrukturisasi padat karya, belanja imbal jasa penjaminan (IJP) padat karya, penjaminan untuk modal kerja padat karya, penyertaan modal negara, serta talangan untuk modal kerja,” terang Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, pemerintah juga menyiapkan alokasi anggaran untuk sektoral dan Pemda sebesar Rp 106,1 triliun diperuntukkan bagi program padat karya kementerian/lembaga, insentif perumahan, pariwisata, dana insentif daerah (DID) pemulihan ekonomi, cadangan dana alokasi khusus (DAK) fisik serta fasilitas pinjaman daerah.
“Besarnya alokasi anggaran untuk penanganan dampak pandemi, di satu sisi adalah wujud kesungguhan pemerintah guna menangani pandemi dengan segala dampak yang ditimbulkan. Di sisi lain, alokasi anggaran yang besar ini juga mengamanatkan pentingnya monitoring yang cermat dalam pelaksanaannya, agar benar-benar transparan, akuntabel, optimal dan benar-benar memberi dampak nyata bagi kehidupan masyarakat. Khususnya, mereka yang terdampak pandemi,” pungkas Bamsoet. (*)