Idris Laena: Fraksi Partai Golkar Tak Alergi HPPN, Tapi Harus Dibuat Sesuai Peraturan Perundangan

 Idris Laena: Fraksi Partai Golkar Tak Alergi HPPN, Tapi Harus Dibuat Sesuai Peraturan Perundangan

JAKARTA – Fraksi Partai Golkar di MPR hingga kini belum menentukan sikap terkait dengan rencana pembentukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Namun Ketua Fraksi Partai Golkar di MPR RI, Idris Laena, dapat memahami jika ada keinginan untuk membuat PPHN.

“Akan tetapi jika produk hukumnya harus dipaksakan misalnya dengan membuat Konvensi Ketatanegaraan yang tidak dikenal dalam hirarki perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, jelas Fraksi Partai Golkar di MPR akan menolak,” ucap Idris Laena, saat acara FGD Fraksi Partai Golkar MPR bertajuk Urgensi Pembentukan Pokok-Pokok Haluan Negara Pasca Amandemen NRI 1945 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/9).

Idris Laena menegaskan Fraksi Partai Golkar MPR juga belum mempunyai pandangan terhadap PPHN. Sebab, Sekretaris Fraksi DPR Adies Kadir dan Penasehat Fraksi DPR yang juga Ketua MPR Bambang Soesatyo baru sebatas memberikan pandangannya masing-masing.

“Belum ada sikap. Kita baru dengarkan orang-orang ahli, termasuk dari penasihat termasuk Pak Adies sebagai sekretaris fraksi di DPR, Pak Bambang Soesatyo Ketua MPR. Kita dengarkan semua masukan nanti kita kompilasi jadi kebijakan Partai Golkar,” tuturnya.
Idris Laena juga membantah adanya perbedaan pandangan antara Fraksi Golkar di MPR dengan Ketua MPR Bambang Soesatyo soal PPHN. Idris Laena mengatakan apa yang nantinya diputuskan oleh Partai Golkar soal PPHN, maka seluruh Fraksi Partai Golkar harus menyuarakannya termasuk Ketua MPR Bambang Soesatyo.

Sementara pakar hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, berpendapat jika MPR bicara saol konvensi ketatanegaraan tentunya tidak pas. “Sulit konvensi dijadikan hukum karena bisa membahayakan ketatanegaraan kita. Karena konvensi ketatanegaraan ini nanti bisa mengatur ketatanegaran yang lain,” ungkap Feri Amsari, dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas.
Padahal sebagai negara hukum, menurut Feri, semua sudah sepakat bahwa hal itu harus diatur dalam ketentuan undang-undang atau konstitusi yang berlaku. Feri khawatir PPHN yang akan mengatur arah pembangunan itu kemudian dijadikan patokan untuk membuat peraturan perundang-undangan di bawahnya.

“MPR ini bukanlah lembaga pemegang kekuasaan. Dalam teori pembagian kekuasaan seperti yang ada dalam konstitusi kita, maka presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintah, sementara DPR adalah pemegang kekuasaan pembentukan Undang-undang atau legislatif power,” kata Feri.

MPR dalam kajian sistem presidential, menurut Feri adalah forum bertemunya dua lembaga terpenting ya itu DPR dan DPD. Dalam teori tata negara, bukan pemegang kekuasaan. Namun penting karena memiliki wewenang mengubah UUD dan melantik presiden.
Sementara pakar hukum tata negara Refly Harun berpendapat PPHN harus dibuat menurut baju hukumnya. “Kewenangan MPR membuat PPHN itu tidak diatur dalam konstitusi. Akan sangat problematic jika MPR mengeluarkan PPHN ini. Selain itu, dalam proses pembentukan UU, maka itu dibuat oleh DPR, DPD dan Presiden,” kata Refli.

Menurut Refli, sangat problematik membuat PPHN, sementara tidak ada kekosongan pembuatan aturan kalau pemerintah dan DPR ingin membuat UU tentang haluan negara.

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar