DAERAH

Bencana Tak Kenal Batas, Pusat–Daerah Harus Satu Irama

Bali, mimbar.co.id – Kemendagri menegaskan bahwa penanggulangan bencana tidak bisa ditangani sendiri oleh daerah, melainkan harus berjalan searah dengan kebijakan nasional.

Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah III Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, TB Chaerul Dwi Sapta, menyampaikan, Sinkronisasi pusat dan daerah menjadi kunci agar pembangunan tidak hanya fokus pada target lokal, tetapi selaras dengan sasaran nasional di tengah meningkatnya risiko bencana.

“Bencana adalah isu lintas wilayah dan lintas sektor. Karena itu, pembangunan daerah tidak boleh berjalan sendiri-sendiri, namun perlu memperhatikan tujuan dan arah kebijakan nasional. Sinkronisasi ini akan memastikan setiap program daerah benar-benar mendukung upaya penanggulangan bencana secara terintegrasi,” tegas Chaerul, dalam rilis yang diterima redaksi, Senin (1/9/2025)

Hal itu disampaikan pada acara Rapat Konsolidasi dengan pemerintah daerah pilot project di Kantor Bappeda Provinsi Bali, baru-baru ini.

Forum konsolidasi ini menjadi ruang untuk memperkuat koordinasi pusat dan daerah dalam memfinalisasi kebijakan tagging tematik penanggulangan bencana.

Dengan adanya tagging tersebut, kontribusi setiap program pembangunan terhadap pengurangan risiko bencana dapat terlihat lebih jelas dan terukur. Selain itu, forum ini juga menjadi wadah untuk merumuskan strategi serta aksi bersama antara pusat dan daerah, mulai dari tahap mitigasi, pencegahan, hingga peningkatan kesiapsiagaan

Melalui forum tersebut, juga dibahas dukungan program pembangunan daerah terhadap target nasional, termasuk pembahasan teknis yang relevan dengan penyusunan RKP dan RKPD.

“Kita ingin pembangunan yang lebih terarah, terukur, dan mampu menjawab tantangan nyata di lapangan,” ujarnya.

Sementara itu, Tenaga Pendukung Ahli pada Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekontruksi di Lingkungan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Eny Supartini menegaskan pentingnya inovasi pembiayaan dalam mendukung penanganan bencana di daerah.

Salah satunya melalui skema Pooling Fund Bencana (PFB) yang dirancang sebagai instrumen pendanaan lintas sumber dan dapat dimanfaatkan pada seluruh fase bencana, mulai dari pra-bencana, tanggap darurat, hingga rehabilitasi dan rekonstruksi.

“Harapannya, dana ini bisa menjadi cadangan bersama yang fleksibel, sehingga respon terhadap bencana bisa lebih cepat, terukur, dan tidak terkendala panjangnya proses birokrasi,” ucapnya.

Related Articles

Back to top button