NASIONAL

Di Ruang Digital Etika Berkomunikasi Menggunakan Sosial Media Penting Diterapkan

JAKARTA – Ruang digital merupakan ruang publik dan sebagai ruang public, ruang digital dapat digunakan sebagai sarana ber-ekspresi. Akan tetapi, sebagai ruang public, perlu dijaga dan dirawat dan perlu literasi digital agar ruang digital tidak dijadikan sebagai sarana anarkisme.

Di ruang digital, perlu diwaspadai dan dihindari paham fanatisme buta yang mengajarkan seseorang untuk mencintai kelompoknya secara berlebihan. Mereka akan memusuhi kelompok yang berbeda budaya, suku, dan benci keberagaman.

“Jangan berkampanye di ruang digital bahwa diri dan kelompoknya yang paling benar dan orang lain salah. Kalau ini dilakukan berarti menghiananti keberagaman,” kata Dr. Afdal Makkuraga Putra, M.Si, Dosen Dosen Universitas Mercu Buana, Jakarta pada Webinar Ngobrol Bareng Legislator, Rabu, 20 Juli 2022.

Hadir sebagai pembicara Wakil Ketua Komisi 1 DPR RI dan juga Ketua Fraksi PDIP Drs. Utut Adianto, Direktur Jenderal Aptika Kemkominfo Semuel A. Pangerapan, BSc dan Anggota DPRD Kabupaten Kebumen N Dwi Alhadi, S.Kom.

Pada Webinar dengan tema Saling Menghormati dan Menghargai Keberagaman di Media Sosial itu, Afdhal menjelaskan kecerdasan kewargaan menjadi salah suatu keniscayaan yang harus dirawat di era kemajuan digital saat ini.

Diperlukan keberanian untuk mengubah mindset, mengubah kehidupan yang berkelindan dimensi lokal, nasional dan global dengan membuka alam pikiran yang pikiran luas, tindakan dan kebiasaan serta karakter yang menghargai keberagaman.

“Warga perlu menjadi pelopor dan inovator dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan diawali membangun karakter positif yang mandiri, cinta kebangsaan, kemanusiaan dan kemajuan yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi,” katanya.

Dia menjelaskan Indonesia jangan lupa bahwa Pancasila merupakan soal perjuangan. Pancasila tidak kita warisi dari nenek moyang menurut hukum Mendel karena Pancasila adalah soal keyakinan dan pendirian yang asasi. Pancasila tidak akan bisa tertanam dalam jiwa kita jika kita sendiri masing-masing tidak berjuang.

Baik untuk masyarakat dan negara maupun untuk setiap individu, usaha penanaman Pancasila harus berjalan terus menerus, tak ada hentinya.

Tak seorang pun akan menjadi Pancasila kalau dia tidak membuat dirinya Pancasilais. Negara kita tidak akan menjadi negara Pancasila jika kita tidak membuatnya terus menerus.

Utut Adianto, Wakil Ketua Komisi I DPR RI mengatakan konsep menghormati dan menghargai harus ada kesetaraan, mindset dan konsep egaliter.

“Dari kebiasaan kita, perlu ada titik keseimbangan atau harmoni. Ini terjadi setelah adanya mindset atau kesepahaman,” katanya.

Dia menjelaskan konsep menghormati dan menghargai harus ada aturan main bersama yang disepakati dan karakter yang kuat untuk tidak saling menyakiti.

“Untuk bisa saling menghargai keberagaman di media sosial, harus memiliki aturan yang kuat,” katanya.

N Dwi Alhadi, S.Kom, Anggota DPRD Kebumen mengatakan etika berkomunikasi dalam menggunakan sosial media sangat penting dan harus diterapkan, agar tidak terjadi perpecahan persatuan dan kesatuan di negara Indonesia, dan juga tidak berdampak buruk bagi kehidupan kita dan orang lain sesama pengguna sosial media, baik secara langsung maupun tidak langsung.

“Media sosial adalah sebuah media online, dengan cara penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, menciptakan isi (konten) dan memungkinkan manusia saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu,” katanya.

Dia menjelaskan Indonesia mempunyai budaya besar dan punya norma-norma dan hal inilah yang harus dibawa ke ruang digital.

Kemudian, Indonesia punya Pancasila dan inilah yang harus dibawa di ruang digital.

“Tonjolkan ciri khas budaya bangsa Indonesia yang terkenal ramah dan berpikir ulang secara bijak sebelum mengunggah sesuatu di media sosial,” katanya.|rls

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button