
Aliansi BEM DKJ Minta KPK Usut Tuntas Dugaan Tambang Ilegal di Halmahera Timur
Jakarta, mimbar.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk mengusut dugaan eksplorasi dan penambangan yang dilakukan PT Wana Kencana Mineral (WKM) di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara, karena diduga belum jelas legalitas izinnya.
Desakan itu disampaikan langsung oleh massa dari Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa DKJ (BEM DKJ) saat berunjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis 7 Agustus 2025.
Koordinator lapangan, Aditya Irzam mengatakan, PT WKM diduga melakukan kegiatan eksplorasi dan penambangan di wilayah yang belum jelas legalitas perizinannya.
“Saat ini kita sedang menyaksikan sebuah contoh nyata dari bagaimana perusahaan besar bisa melenggang tanpa mengindahkan hukum dan hak masyarakat,” kata Aditya dalam orasinya di atas mobil komando.
Menurut Aditya, akibat eksploitasi tanpa batas, Maluku dengan kekayaan alam dan budaya yang luar biasa justru menjadi korban dari praktik bisnis yang tidak bertanggung jawab dan lemahnya pengawasan dari negara.
“Bukan sekadar masalah izin masalah tambang ilegal bukan hanya perkara dokumen perizinan. Ini soal keadilan, soal kedaulatan rakyat atas tanah mereka, dan soal masa depan lingkungan,” kata Aditya.
“Ketika sebuah perusahaan beroperasi tanpa persetujuan masyarakat adat dan tanpa analisis dampak lingkungan yang transparan, maka yang terjadi adalah penjajahan gaya baru,” sambungnya.
Untuk itu, BEM DKJ meminta aparat penegak hukum untuk bertindak dengan melakukan penyelidikan terhadap aktivitas PT WKM.
“Jika benar terjadi pelanggaran, maka proses hukum harus berjalan secara terbuka dan tegas tanpa kompromi,” tegas Aditya.
Dalam aksi ini, BEM DKJ membawa berbagai atribut aksi, seperti bendera, dan spanduk yang berisi tuntutan.
Tuntutannya, yakni agar KPK melakukan penyelidikan dan penyidikan mendalam terhadap aktivitas PT WKM, termasuk menelusuri legalitas dokumen perizinannya.
Selain itu, BEM DKJ meminta agar APH membekukan seluruh aktivitas operasional perusahaan sampai status hukum dan izin dinyatakan jelas dan sah.
“Menindak tegas pihak-pihak yang terlibat, termasuk oknum pejabat atau aparat yang diduga membekingi kegiatan tambang ilegal. Mendesak APH agar segera memeriksa Direktur Utama PT Wana Kencana Mineral. Usut tuntah terhadap kerugian negara akibat pertambangan PT Wana Kencana Mineral,” bunyi tuntutan dalam spanduk.
Selain itu, BEM DKJ juga menuntut agar penegak hukum tidak tutup mata terhadap skandal izin PT WKM, memulihkan hak masyarakat adat serta memberikan jaminan perlindungan atas wilayah kelola mereka.
“Melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan media dalam proses pengawasan hukum agar prosesnya transparan dan akuntabel,” bunyi tuntutan akhir dalam spanduk.
Sebelumnya aliansi BEM DKJ juga telah menggelar aksi di Kementerian ESDM, Mabes Polri, dan Kejagung pada pada hari Jumat 1 Agustus 2025. Dalam aksinya pekan lalu mereka juga melaporkan dugaan kegiatan penambangan illegal yang dilakukan oleh PT Wana Kencana Mineral di Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara.
Aksi massa juga menggeruduk kantor PT WKM sebagai aksi protes dugaan tambang ilegal.
Mangkir Dipanggil Ditreskrimum
Salah satu pemegang saham PT. Wana Kencana Mineral (WKM) diduga mangkir dari panggilan penyidik Ditreskrimum Polda Maluku Utara. Penyidik memanggil pemegang saham berinisial K terkait kasus dugaan penjualan 90 ribu metrik ton ore.
Ketidakhadiran K menimbulkan tanda tanya dan memperlambat proses penyelidikan yang sedang dijalankan oleh pihak kepolisian. “Sedang kita rencanakan,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Maluku Utara, Kombes Apple, I. Gede Putu Widyana saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (7/8/2025).
Untuk diketahui, sekitar 90 ribu metrik ton ore nikel yang telah dijual yang awalnya merupakan milik PT Kemakmuran Pertiwi Tambang (KPT). Sebelum IUP perusahaan tersebut dicabut.
Kemudian dialihkan kepada PT WKM berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA). Kepemilikan tersebut telah berstatus sebagai aset negara setelah disita pengadilan dan diserahkan ke pemerintah daerah.
Selain penjualan bahan mentah yang diduga mengandung nikel, PT WKM juga disebut bermasalah dalam pemenuhan kewajiban dana jaminan reklamasi.
Sejak beroperasinya PT. WKM pada 2018-2022, Pemerintah Provinsi Maluku Utara telah mengeluarkan surat dengan Nomor 340/5c./2018, tentang Penetapan Jaminan Reklamasi Tahap Operasi Produksi Tahun 2018-2022.
Karena itu melalui Dinas ESDM Provinsi Maluku Utara pada 2018 telah menetapkan jaminan reklamasi sebesar Rp13.454.525.148. Tetapi hasilnya pihak PT. WKM hanya melakukan sekali pembayaran yaitu hanya pada 2018 sebesar Rp124.120.000.
Sebelumnya penyidik Ditreskrimum Polda Maluku Utara telah melakukan pemeriksaan sejumlah saksi termasuk saksi ahli dari Dinas Kehutanan dan Dinas ESDM Provinsi Maluku Utara. Selanjutnya, penyidik juga telah menggandakan untuk melakukan pemeriksaan terhadap saksi ahli dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.