
Erau 2025: Antara Tradisi, Inovasi, dan Pemajuan Kebudayaan Kaltim
Oleh: Marliana Wahyuningrum
(Penggiat Budaya Kaltim)
PESTA Erau di Tenggarong selalu punya tempat istimewa di hati masyarakat Kalimantan Timur. Tahun 2025 ini, Erau kembali digelar dengan semarak.
Dari prosesi sakral Kesultanan Kutai hingga pesta rakyat di tepian Sungai Mahakam, semuanya menjadi bukti bahwa tradisi masih hidup di tengah arus modernisasi.
Erau bukan sekadar pesta hiburan, melainkan ruang untuk merawat warisan budaya. Prosesi adat seperti Belimbur atau Mendirikan Tiang Ayu adalah cara kita menyampaikan pesan leluhur kepada generasi muda: tentang kebersamaan, hidup bermartabat, dan jati diri orang Kutai.
Di tengah gempuran budaya global, Erau menjadi pengingat bahwa kita punya akar yang kuat.
Tradisi ini tidak boleh hanya dilihat sebagai tontonan, tetapi harus dimaknai sebagai warisan yang membentuk identitas bersama.
Selain pelestarian, Erau 2025 juga menampilkan wajah inovatif. Festival tahun ini menghadirkan pertunjukan musik lintas genre, pameran seni rupa modern, hingga keterlibatan komunitas kreatif digital.
Semua itu sejalan dengan semangat pemajuan kebudayaan yang mendorong penciptaan ruang baru bagi seniman muda untuk mengekspresikan identitas lokal dengan bahasa global. Inovasi tersebut bukan sekadar hiburan tambahan, tetapi strategi agar Erau tetap relevan bagi generasi Z dan Alpha.
Dengan begitu, Erau mampu menjadi jembatan antara tradisi dan modernitas, antara lokalitas dan globalitas. Anak-anak muda tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga pewaris sekaligus pencipta budaya baru.
Dari sisi ekonomi, Erau juga memberi dampak nyata. Festival ini menampilkan pasar rakyat, kuliner khas Kutai, kerajinan kayu ulin, tenun Dayak, hingga ekowisata di sekitar Sungai Mahakam.
Kehadirannya memperkuat paradigma ekonomi budaya yang menempatkan kebudayaan sebagai sumber daya pembangunan berkelanjutan.
Dengan meningkatnya kunjungan wisatawan, Erau menjadi wadah pemberdayaan bagi pelaku UMKM, perempuan pengrajin, hingga komunitas pemuda desa wisata. Budaya pun terbukti mampu menjadi sumber ekonomi yang adil dan berkelanjutan.
Meski begitu, Erau tetap menghadapi sejumlah tantangan. Bagaimana mencegah tradisi berubah menjadi sekadar komoditas tontonan?. Bagaimana membuat generasi muda benar-benar terlibat, bukan sekadar hadir untuk berswafoto?. Dan yang tak kalah penting, bagaimana menjaga Sungai Mahakam sebagai panggung utama Erau tetap lestari?.
Pesta Erau 2025 bukan hanya perayaan budaya lokal Kutai Kartanegara.
Ia juga memberi pesan kuat bahwa budaya bukan masa lalu, melainkan masa depan. Erau menyatukan dimensi pelestarian, inovasi, dan penguatan ekonomi budaya dalam satu ruang interaksi sosial.
Dengan demikian, Erau berfungsi sebagai wahana strategis untuk menjaga jati diri bangsa sekaligus mendorong pembangunan berkelanjutan berbasis kebudayaan. [*]