HUKRIM

KAI Minta Dinas Penanaman Modal dan PTSP DKI Jakarta Merevisi Surat SIKM

JAKARTA – Kongres Advokat Indonesia (KAI) pimpinan Advokat Erman Umar, S.H., meminta  Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Cq. Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) merevisi isi surat terkait Surat Ijin Keluar Masuk (SIKM).

Selama masa pandemi Covid-19 dan PSBB, Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan surat nomor. 4876/-072.2 tanggal 8 Juni 2020. Isinya setiap warga yang keluar masuk wilayah Jakarta selama masa PSBB harus memiliki SIKM. Dalam surat itu, profesi Advokat dikecualikan.

Surat tersebut pada angka 2 (dua), berbunyi “Pengecualian Kepemilikan SIKM sebagaimana dimaksud di atas juga mencakup Advokat yang merupakan mitra Penegak Hukum dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantas Korupsi”.

Hal tersebutlah yang diminta KAI agar direvisi. Sebab menurut Erman, ada yang keliru, yaitu penyebutan advokat sebagai Mitra Penegakan Hukum.

Hal itu tidak sejalan dengan bunyi dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. Untuk itu pihaknya telah melayangkan surat yang ditujukan kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI Jakarta, sebagaimana surat nomor 017/DPP.KAI/Pemprov/VI/2020, tanggal 11 Juni 2020.

“Pada intinya isi dalam surat tersebut meminta kepada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, untuk merevisi suratnya terkait penyebutan Advokat sebagai Mitra Penegakan Hukum,” kata Erman yang diterima mimbar.co,id, di Jakarta,  Jum’at (12/06/2020).

“Kami dari Kongres Advokat Indonesia, mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu atas perhatiannya kepada Advokat dengan diberikannya pengecualian atas kepemilikan SIKM. Tapi di sisi lain kami sangat  menyayangkan karena dalam surat tersebut menurut kami ada yang keliru. Tertulis advokat sebagai mitra penegakan hukum. Hal ini yang perlu kami luruskan jika rujukannya UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. Dalam aturan tersebut Advokat adalah penegak hukum. Bukan mitra. Dan hal itu sudah kami tuangkan dalam surat yang telah kami layangkan ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu,” papar Erman.

Erman juga menyebutkan, advokat merupakan sebuah profesi di bidang hukum. Keberadaan advokat sebagai seorang penegak hukum sejatinya telah diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang menyebutkan, Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Maka kedudukan advokat adalah setara atau sederajat dengan aparat penegak hukum lainnya (Polisi, Jaksa, Hakim), ungkapnya Erman.

“Cukup jelas yang diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. Advokat penegak hukum. Tidak ditemukan dalam UU Advokat bahwa advokat sebagai Mitra Penegakan Hukum, sehingga sangat beralasan jika surat No. 4876/-072.2 tanggal 8 Juni 2020 tersebut harus direvisi,” ujarnya.

Menjawab soal adanya desakan untuk revisi UU Advokat,  Erman mengatakan, pihaknya telah membahas hal itu dalam perayaan HUT KAI ke-12 secara virtual, yang diikuti oleh seluruh Pengurus DPP dan DPD KAI serta anggota di bawah kepemimpinannya.

Ia juga mengatakan hal tersebut sudah disampaikan juga melalui rilis secara terbuka. Pihaknya mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk mengajukan dan membahas revisi beberapa Undang-Undang. Salah satunya adalah Undang-Undang Advokat.  Mengingat Undang-Undang Advokat yang berlaku saat ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan dunia advokat saat ini.

Menurut Erman, Komisi III DPR RI Periode 2009 sampai 2014 diakhir masa tugasnya sudah pernah membahas RUU Advokat sebagai Revisi Undang-Undang Advokat yang berlaku saat ini. Namun revisi tersebut tidak sempat tuntas dibahas.  “Infonya hanya 1 pasal saja yang belum disepakati, yakni mengenai Dewan Advokat,” tambah Erman. (rls)

 

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button