Yenny Wahid : Lemahnya Literasi Penyebab Intoleran dan Radikalisme

 Yenny Wahid : Lemahnya Literasi Penyebab Intoleran dan Radikalisme

Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid saat menggelar acara “Silaturahmi Ramadan”, pada Kamis (9/5)

Wahid Foundation menggelar acara bertajuk “Peran Media Memperkuat Toleransi” bertempat di Rumah Pergerakan Gusdur, di Jalan Taman Amir Hamzah, Jakarta, Kamis (9/5).

Dalam paparannya, Direktur Wahid Foundation Yenny Zannuba Wahid, mengatakan radikalisme, intoleransi, ujaran kebencian, dan ektremisme bertebaran dan makin mencuat lama pada proses pemilu kemarin.

Ada pun faktor kunci yang menjadi payung besar pada persoalan ini, di antaranya faktor keterkucilan sosial, ekonomi, dan lemahnya literasi.

“Literasi ini bukan persoalan bisa membaca atau tidak, tetapi kemampuan seseorang untuk mencerna informasi yang masuk, apalagi kalau informasi itu bersumberkan dari seolah-olah narasi agama, dan kemudian mencernanya secara lebih utuh,” ujar Yenny Wahid, sapaan akrab Yenny Zannuba Wahid.

Lebih lanjut Yenny Wahid mengatakan, menghadapi tantangan ke depan pemerintah harus melakukan langkah-langkah kohesi sosial, penguatan kesejahteraan sosial, dan penguatan literasi.”Baru yang kita harapakan adalah menghasilkan generasi yang tangguh,” terangnya.

Hal yang menarik, kata Yenny Wahid, walaupun banyak capaian-capain pemerintah dalam bidang ekonomi, namun ini tidak berkolerasi dengan pencapaian suara untuk Jokowi. Padahal, tambahnya, angka kemiskinan menurun, angka pegangguran menurun, angka yang menunjukkan jurang antara kaya dan miskin semakin kecil. Artinya, segala indikator ekonomi menunjukkan ada perbaikan ekonomi negara kita.

“Lalu mengapa kontituen tidak merespon baik dan tidak melihat hal ini sebagai variable utama dalam menentukan politik. Kenapa? Ya, karena ada persoalan literasi,” jelas puteri kedua KH.Abdurrahman Wahid ini.

Dari hasil survei yang dilakukan Wahid Foundation, ada beberapa faktor orang menjadi intoleran dan radikal. Faktor yang pertama karena mereka terpapar materi-materi terutama materi keagamaan yang isinya bersifat intoleran.”Itu besar sekali faktornya untuk mengubah persepsi seseorang dibandingkan dengan persoalan ekonomi saja,” ujarnya.

Yenny mencotohkan, kelompok pembom di Srilangka misalnya, itu adalah anak orang kaya atau anak konglomerat.”Jadi, bukan persoalan kemiskinan,” jelasnya

Lalu faktor yang kedua, lanjut Yenny, adalah perasaan teralineasi. Di mana seseorang memanisfestasinya adalah ketika memang secara ekonomi dia tidak bisa maju. Atau dia melihat ada persoalan ketidakadilan sosial di tengah-tengah masyarakat, di mana dia harus melakukan sesuatu.

“Nah, ketika kemudian bertemu dengan materi-materi apalagi yang sifatnya agama yang membuat dia merasa harus melakukan tindakan-tindakan ekstrim untuk mengoreksi ketiadalan di tengah masyarakat, maka ini bisa jadi pemicu,”jelasnya.| Ivan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar