Petani Organik adalah Pahlawan Kemanusiaan
JAKARTA – Kabar ini ngeri ngeri merinding. Konon, tidak sedikit jenis sayur mayur mengandung logam berat, kecuali sayuran hidroponik.
“Saya makin paham setelah bertemu para tokoh Maporina, termasuk informasi dari Bapak Try Sutrisno,” ujar Ketua Umum PPAD, Letjen TNI Purn Doni Monardo, dalam sambutan pada pengukuhan pengurus Maporina 18 Sep 22, di Aula Soeryadi Gedung PPAD, Jl. Matraman, Jakarta Timur.
Maporina adalah kependekan dari Masyararkat Petani dan Pertanian Organik Indonesia. Hari itu, bertempat Markas PPAD, dilakukan pengukuhan empat pengurus wilayah yakni Provinsi Riau, Jambi, Sulawesi Utara, dan Maluku. Pengukuhan dilakukan secara hybrid. Hadir dalam kesempatan itu, Ketua Umum Maporina Subandriyo, serta Sekjen Maporina, Fajar Wiryono.
Sementara, Try Sutrisno adalah Pembina Maporina. Ia adalah Wapres ke-6 (1993- 1998), Panglima ABRI ke-9 (1988 – 1993), dan Kasad ke-15 (1986-1988). “Saya pun jadi paham, mengapa Pak Try masih sehat di usia yang ke-87 tahun. Rupanya karena beliau mengonsumsi sayuran hidroponik,” ujar Doni Monardo, disambut tepuk tangan hadirin. Try Sutrisno tersenyum mengangguk-angguk.
Karenanya, tambah Doni, “Tadi ketika pak Try, pak Subandriyo, dan mas Fajar menawarkan kepada saya untuk menjadi bagian dari Maporina, seketika saya jawab ‘saya mau, dengan senang hati’,” kembali tepuk tangan membahana. Sekilas ia juga menyatakan keterkejutannya, ternyata di Maporina banyak bercokol tokoh dengan integritas yang terjaga.
“Saya lebih 20 tahun berteman dengan mas Fajar. Setahu saya dia jago menembak… eh, ternyata jago _farming_ dan saat ini malah menjabat Sekjen Maporina,” kata Doni.
Danjen Kopassus 2014-2015 itu pun mengilas balik pengalamannya mendapat amanah dari Presiden untuk menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) 2019 – 2021. “Selama saya menjabat Kepala BNPB saya mengurusi bencana di seluruh Indonesia,” katanya.
Ditambahkan, salah satu penyebab bencana adalah alih fungsi lahan. Lahan yang tadinya hutan, tertutup pohon, berubah menjadi perkebunan dan pertanian. Sekian tahun kemudian, akar pohon busuk. Ketika hujan sebagian dari airnya masuk ke sela-sela akar. Ketika kemiringan tanahnya lebih dari 30 derajat besar kemungkinan terjadi longsor. Inilah yang mengakibatkan sekarang hampir semua sungai di tanah air, hampir semua waduk dan danau di negara kita, mengalami pendangkalan.
Logam Berat
Sebelum melanjutkan, Doni meminta para hadirin, utamanya dari unsur Maporina untuk melayangkan pandangan ke belakang. Ke arah banner yang ada di belakang hadirin. Doni lalu membacakan kalimat, “Bhayangkari negara baru berhenti berjuang jika tidak lagi mampu mendengar tembakan salvo di samping telinganya”. Itulah amanat almarhum Jenderal Widjojo Soejono, mantan Ketua Dewan Pertimbangan PPAD.
“Selamat datang di markas purnawirawan AD. Kita semua sudah pensiun, namun sebagai pejuang, sebagagi patriot, sebenarnya pensiun itu adalah administrasi saja. Kita masih berjuang, memberikan yang terbaik kepada bangsa dan negara. Perjuangan tidak mengenal batas ruang dan waktu,” tegas Doni.
Saat ini, konsumsi makanan warga sehari-hari, terlalu banyak mengandung logam berat. Antara lain yang bersumber dari pupuk kimia dan pestisida. “Coba cek sayuran ke laboratorium atau balai peneliti, pasti mengandung logam berat, antara lain timbal,” tegas Doni.
Bahkan, sangat mungkin mengandung merkuri seperti di beberapa sungai besar dan kawasan pesisir yang ada tambang emasnya. Ini membahayakan, dan mengancam angka harapan hidup manusia di Indonesia. Doni pun menunjukkan bukti ketika ia menjabat Pangdam III/Siliwangi (2017 – 2018). Oleh Presiden Doni ditugaskan membersihkan Sungai Citarum.
Dari riset, ternyata warga yang berdiam di hulu Citarum tak sedikit yang mengalami pendek usia. Kesaksian itu disampaikan oleh masyarakat yang berprofesi sebagai buruh penyemprot pupuk dan pestisida.
[20/9 10.26] Ismail Sidik Sahib: Itu karena tingkat pencemaran yang sangat tinggi, mulai dari lahan pertanian sampai ke sungai sebagai sumber air. Tak heran jika banyak rumah sakit kewalahan menerima pasien yang cuci darah karena gagal ginjal. Menurut para ahli, penyakit ginjal disebabkan antara lain faktor makanan dan minuman.
Dengan kata lain, pertanian organik adalah solusi pertanian berkelanjutan. Sebab, pertanian organik terbukti mampu meminimalkan perubahan iklim global. Emisi gas rumah kaca (greenhouse gas emission) pada pertanian organik lebih rendah dibandingkan pertanian konvensional. Tanaman organik lebih ramah lingkungan. Tanpa penggunaan bahan-bahan kimia, proses menanam tanaman organik tidak akan mencemari tanah, air, dan juga udara.
“Itulah yang melandasi saya berani mengatakan, bahwa para petani organik dalah pahlawan kemanusiaan. Berkat bapak-ibu sekalian, bisa menyelamatkan anak bangsa sekaligus menyelamatkan lingkungan,” ujar Doni disusul tepuk tangan hadirin.
Ia lalu mengutip program pemerintah tentang Indonesia Emas 2045. Tanpa usaha keras semua lini, motto tadi akan berubah menjadi “Indonesia Cemas”. “Sebab, keberhasilan kita mencetak SDM yang unggul dan berkualitas, antara lain karena sumbangan asupan makanan dan minuman yang bebas logam berat. Dengan kata lain, kalau lingkungan kita rusak, jangan harap kita mendapatkan prestasi Indonesia Emas tahun 2045.
Ekonomis dan Ekologis
Doni mengajak Maporina menjaga lingkungan. Karenanya, selain menanam tanaman yang bernilai ekonomis, juga menanam tanaman yang memiliki nilai ekologis. “Kita semua harus bergandengan tangan menyelamatkan lingkungan ekosistem kita. Bagaimana mendapatkan manfaat ekonomi tanpa merusak ekosistem,” tegas Doni.
Kepada pengurus Maporina yang hadir fisik di PPAD maupun anggota dan pengurus wilayah Maporina yang mengikuti acara secara virtual, Doni minta agar mengasah keterampilan di bidang lingkungan. Contohnya, bagaimana memanfaatkan limbah sampah untuk dijadikan pupuk organik. “Jangan tergantung dari pupuk yang harus dibeli,” kata Doni yang juga Ketua Dewan Pembina Yayasan Kita Jaga Alam.
*Highest Number*
Di podium yang sama, Try Sutrisno berbicara dengan lancar dan runut. Ia mengaku, awalnya tidak mengikuti Maporina, sampai akhirnya mengikuti perjalanan organisasi yang didirikan di Malang, 1 Februari 2000 itu. “Hari ini istimewa sekali. Tanggalnya 18 bulannya September. Serba sembilan. Saya suka angka itu. The highest number,” kata Try yang merupakan Panglima ABRI ke-9 itu.
Try juga menyatakan bangga terhadap variasi kegiatan Maporina yang beragam. Termasuk strategi Maporina menggandeng dua pejabat di tingkat desa yakni Bintara Pembina Desa (Babinsa), dan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas). “Terapkan pola itu di seluruh Indonesia, maka petani dan pertanian organik di seluruh Tanah Air akan maju,” ujarnya.
Maporina harus bersama-sama pemerintah membantu menyediakan dan menyiapkan kemandirian dan ketahanan pangan. Bahkan Try menambah satu item lagi, yakni keamanan dan ketahanan nasional. “Ada dua pengertian, national security dan kamtibmas. Nah kita berbicara yang lebih luas,” ujar pria kelahiran Surabaya 15 November 1935 itu.
*Daulat Pangan*
Di bagian akhir, Try Sutrisno mengingatkan ihwal kedaulatan pangan. Terlebih bidang garapan Maporina sangat strategis, yakni sumber pangan, menuju kadaulatan pangan. “Amerika sampai sekarang terus mengekspor gandum ke Indonesia. Padahal kita punya tapioka. Punya sorgum, punya sagu. Kita tidak boleh tergantung kepada negara mana pun, sebab kita punya semuanya,” kata Try.
“Saya ingatkan kepada Maporina dan generasi muda Maporina untuk waspada,” tegasnya.
Kita, tambahnya, boleh bekerjasama dengan asing, tetapi harus equal, sederajat. Asing tidak boleh mendikte kita. Lihatlah, bangsa maju telah mendorong yang namanya pasar terbuka. Tetapi, ketika ada komoditas mereka terpuruk, pemerintahnya campur tangan.
“Jadi jangan terlena dengan jargon pasar terbuka. Pemerintah Indonesia juga harus melindungi pengusaha dan petaninya. Sebab, itu juga dilakukan pemerintahan negara maju pencetus pasar terbuka,” papar Try.
Egy/Roso/Ism