Pertemuan Wakil Ketua MPR RI Bersama Pakar Civitas UNJ Program Studi Sarjana PPKN
Wakil Ketua MPR RI bersama pakar civitas Universitas Negeri Jakarta, pada Program Studi Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) FIS UNJ temu pakar dengan mengusung Tema “Pengayaan dan Penguatan Profil Pelajar Pancasila bagi Mahasiswa Program Studi PPKN FIS UNJ”.
Temu Pakar dihadiri wakil ketua MPR RI Dr. H. Jazilul Fawaid, S.Q.,M.A. dan Pakar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, antara lain Prof. Dr. Nadiroh, M.Pd, Prof.Dr. Etin Solihatin, Dr. Yuyus, Kardiman, M.Pd, Dr. Ahmad Husen, Raharjo, S.Pd, M.Si sebagai moderator.
Kegiatan ini juga disaksikan oleh 100 orang mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Jakarta.
Dr. Jazilul Fawaid SQ. MA. Menyampaikan pandangannya mengenai Profil Pelajar Pancasila bagi calon guru. Telah disampaikan urgensi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di berbagai sendi kehidupan bangsa, tidak saja di dunia persekolahan, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat, harus merupakan satu kesatuan yang utuh yang saling melengkapi.
“Pelajaran Pancasila digalakkan kembali. Diharapkan pendidik dan para pakar yang membidangi dan mendalami Pancasila sebagai bidang kajiannya untuk terus bersemangat membumikan Pancasila di buminya sendiri, di Negara Indonesia,” ujarnya.
Lembaga pendidikan merupakan tempat yang kondusif untuk menyemai berbagai ilmu ataupun pengetahuan yang menjadi dasar bagi setiap individu untuk melangsungkan kehidupannya.
Sementara itu, Prof. Dr. Nadiroh, M.Pd menyampaikan melemahnya implementasi Pancasila di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Nadiroh, menjabarkan esensi makna dari 6 kriteria profil pelajar Pancasila yang digaungkan oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, sebagai sebuah terobosan inovatif dalam Pendidikan yang mesti memiliki tujuan akhir yakni melakukan transformasi pendidikan agar peserta didik mampu memiliki 6 Ciri karakter utama/kriteria, yakni, 1) beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) berkebhinekaan global; 3) bergotong royong, 4) mandiri, 5) bernalar kritis, dan 6) kreatif.
Mengaurusutamakan esensi makna dari 6 kriteria profil Pelajar Pancasila sebagai capaian akhir pembelajaran ini, sesungguhnya merupakan implementasi dari Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (2) yang menjelaskan bahwa Pendidikan berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Lebih gamblang lagi diurai dalam pasal 3, yang menyebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
“Suatu usaha yang sistemik yang dilakukan oleh pemerintah. Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Jakarta yang selama ini fokus terhadap upaya pengembangan prmbelajaran Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewargangeraan. Kami civitas UNJ merasa terpanggil untuk melakukan kolaborasi dan bersinergi dengan semua pihak untuk mewujudkan semua rencana dan usaha baik dari pemerintah dalam rangka membangun generasi emas yang gemilang penerus dan pewaris nilai-nilai luhur Pancasila,” paparnya.
Ia juga menjelaskan tentang esensi makna 6 kriteria profil pelajar Pancasila yang memiliki keterkaitan dengan 7 kecerdasan moral yang mencakup empati, nurani, pengendalian diri, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan.
“Ketika suatu individu sudah mampu mengimplementasikan berbagai komponen kecerdasan moral ini, jika dianalogikan dengan sebatang pohon yang kering, jika disemai dengan makna dari nilai-nilai Pancasila maka sebatang pohon yang kering akan tumbuh daun, bunga, dan buah sampai memperbesar dan memperkuat cabang-cabangnya,” ungkap Nadiroh.
Ia juga mencontohkan makna kriteria beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta Berakhlak Mulia tidak cukup hanya dibaca dan dihafal tetapi juga butuh penjiwaan dan pendalaman serta penghayatan sampai dapat merubah akhlak menjadi berakhlak mulia sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing, sehingga tercipta lingkungan yang harmoni dan damai.
Begitu pula yang disampaikan Dr. Yuyus Kardiman bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan penting bagi semua kalangan, karena didasari setidaknya 3 fenomena yang terjadi dewasa ini, yakni: 1) fenomena kehidupan sosial kemasyarakatan yang tidak mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, seperti sopan santun, perundungan, rasis, etnosentris, korupsi, radikal, teroris, sex bebas/LGBT, narkoba, criminal, dll; 2) perkembangan akademik, hal ini ditandai dengan banyaknya tafsir terhadap Pancasila yang tidak sejalan dengan filsafat yang dibangun oleh Pancasila itu sendiri, sehingga jika dibiarkan, warga negara tidak diberikan pencerahan tentang filsafat atau pemikiran pembanding yang memberikan penjelasan logis, apa, bagaimana dan untuk apa Pancasila itu hadir bagi bangsa Indonesia, tentunya hal ini perlu kajian yang mendalam baik secara filosofis maupun historis; 3) fenomena perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia, yang sampai saat ini masih terus berlangsung dan berkembang, dengan hadirnya program Studi PPKN di berbagai universitas di Indonesia khususnya Program Studi PPKN di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta merupakan suatu modal besar agar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dapat terus diupayakan, dikembangkan, dan terus bergerak melakukan transformasi, sebagaimana dikatakan Prof. Nadiroh, sehingga tujuan Pendidikan nasional serta Gerakan Menteri dengan 6 kriteria profil pelajar Pancasila dapat tercapai.
Lebih lanjut Dr. Yuyus menjelaskan pentingnya pemaknaan yang baik terhadap seluruh profil pelajar Pancasila atau karakter yang ingin di bangun, tidak saja pemaknaan setiap profil atau karakternya, tetapi pemaknaan secara utuh bagaimana keterkaitan antar profil atau karakter.
Hal ini harus didasarkan pada filosofis yang ada dalam Pancasila itu sendiri, dimana menurut Notonagoro memiliki sifat yang sistemik-hirarkis atau pyramidal, yang maknanya saling berkaitan dan saling mendasari, dimana sila pertama menjadi dasar yang paling dasar, mendasari semua sila. Kata Mohammad Hatta, sebagai dasar bagi semua sila dan pengikat semua sila.
Begitupun turunannya yakni 6 profil pelajar Pancasila yang merupakan terjemahan dari nilai-nilai yang ada dalam Pancasila itu sendiri, dengan sendirinya memiliki saling keterkaitan dan saling mendasari, dimana secara filosofis sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar yang paling mendasar bagi semua sila,” ujarnya.
Ia berharap adanya sinkronisasi, sinergi dari keempat komponen yaitu civic academic yakni Perguruan Tinggi yang konsep terhadap pengembangan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, civic school yakni sekolah sebagai salah satu objek sekaligus subjek pengembangan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, civic community yakni kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan yang sama untuk membumikan kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat, civic government yakni lembaga pemerintah sebagai regulator, katalisator, mediator upaya pembumian nilai-nilai Pancasila bagi seluruh bangsa Indonesia. (rls)