
Pemberian Abolisi dan Amnesti
Oleh: Andra Bani Sagalane
KEPUTUSAN Presiden terhadap pemberian Abolisi untuk Tom Lembong dan Amnesti untuk para terpidana yang diantaranya adalah Hasto Kristiyanto yang merupakan Sekjend PDIP yang kita ketahui adalah Partai Nasional Pemenang Pemilu di DPR RI tentu memiliki implementasi dan implikasi yang menarik untuk disimak.
Maka terhadap hal itu saya akan membahasnya melalui tiga persepsi ilmu, yaitu; Hukum Pidana, Hukum Tata Negara dan Politik.
Pendapat ilmu dari ketiganya sebetulnya benar terhadap Abolisi dan Amnesti dikarenakan;
1. Dalam interpretasi hukum pidana ya benar jika ada yang menyalahkan Presiden karena telah memberikan Abolisi dan Amnesti. karena mungkin menurut ilmu hukum pidana hawatir tidak ada psikologis yang tertanam yaitu efek jera bagi koruptor kedepan, padahal guna hukum salah satunya yaitu untuk menanamkan secara psikologis orang lain atau orang itu agar jangan pernah melakukan kejahatan.
2. Tetapi dalam interpretasi HTN juga benar jika memandang keputusan Presiden sudah adil, karena jangan sampai seorang sekjend partai ada didalam bui sementara dia harus mengatur partai dan kadernya yang banyak sekali menjadi pejabat didaerah untuk mengatur rakyat agar sejahtera dan HAM nya terjaga, menjadi tidak dapat terkontrol kinerjanya jika sekjendnya masih dimandatkan kepada Hasto yang masih dalam tahanan sehingga tidak mampu keluar utk mengatur mereka para kadernya yang akan berpotensi kedepan kebijakan kadernya dalam memimpin daerah menjadi bisa menyengsarakan rakyat. Begitupun interpretasi HAN sebagai cabang ilmu HTN ya dibenarkan jika HAN menjadi menyalahkan sekaligus membenarkan, dikarenakan ketika subjek HAN yaitu Menkopolhukam dan Menhum bersama Komisi III dan Baleg ingin menggodok RUU perampasan aset bagi koruptor demi menjalankan aspirasi rakyat, lah tetapi kok koruptor malah dikasih pengampunan (amnesti), tetapi juga benar bahwa HAN tentu meyakini kaum intelektual yang menjadi penggerak administrasi negara pasti paham terhadap kondisi ini bahwa ini adalah keputusan unik untuk menggapai hal yang lebih besar.
3. Interpretasi ilmu politik juga benar, walaupun tidak adil, tetapi kecenderungan lebih benar jika dimaknai bahwa Hasto diberi pengampunan dalam rangka agar harus segera melaksanakan konsolidasi politik untuk mensukseskan kongres PDIP kedepan agar jangan sampai ketum PDIP nanti diambil oleh figur yang tidak sesuai dengan keinginan presiden. Karena presiden mungkin memandang peran Hasto diakar rumput kepartaian masih kuat mengingat dirinya sebagai sekjend partai.
Oleh karena itu sebagai partai besar di Indonesia, tentu presiden harus peduli terhadap PDIP dengan catatan mungkin agar nantinya partai tersebut yang tadinya bertanduk tajam kepada Presiden, ya kalo bisa tanduknya agak ditumpulin sedikit demi berjalannya fokus kerja presiden beserta kabinet dan DPR mensejahterakan rakyat sesuai amanah sumpah jabatan presiden
Sehingga jika hanya menggunakan ego Hukum pidana dan HTN (serta HAN sebagai cabang ilmu HTN) dalam kondisi saat ini, menurut interpretasi Presiden mungkin akan membuat Sistem Pemerintahan Indonesia menjadi kacau dan tidak akan menemukan goals nya kedepan dalam mensejahterakan rakyat. Sehingga presiden menggunakan Interpretasi ilmu politik dulu dalam case ini.
Tapi yang unik dan dahsyat terkait perbandingan status antara Tom Lembong dan Hasto tehadap implementasi dan Implikasi keputusan presiden ini adalah;
1. Tom Lembong yang berstatus abolisi berarti presiden memaknai bahwa terhadap kasus Tom mulai dari tuntutan jaksanya pun sudah dianggap gugur. Maka otomatis putusan hakimnya pun gugur. Artinya ada 2 keputusan yang digugurkan oleh Presiden terhadap kasus Tom.
2. Sedangkan Hasto yang berstatus amnesti. Artinya walau putusan hakimnya gugur, tetapi tuntutan jaksanya tidak gugur, ini dapat dimaknai bahwa sebenernya bagi Presiden, yang jaksa katakan bahwa Hasto itu korup adalah tetap.
Jakarta, 1 Agustus 2025
Dosen Fakultas Hukum Universitas Dharma Indonesia
Andra Bani Sagalane