Nurul Arifin: Kenaikan Pajak Hiburan 40 Persen Tak Boleh Bebankan Pelaku Industri
BANDUNG – Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar turut mengomentari kenaikan pajak hiburan sebesar 40 persen. Nurul mengusulkan agar pajak hiburan tetap dipertahankan seperti sebelumnya, hanya saja efektivitas pungutan harus ditingkatkan.
“Hanya perlu diefektifkan pungutan pajak itu,” ujar Nurul Arifin dalam acara konsolidasi Partai Golkar di Grand Ball Room Sudirman Bandung pada Jumat, 19 Januari.
Caleg dapil Jawa Barat I itu juga menyoroti kebutuhan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak tanpa memberatkan pelaku industri hiburan. Dia menekankan industri hiburan sedang bangkit dari masa pandemi dan membutuhkan akselerasi untuk mendukung pemulihan.
Menurut Nurul, masyarakat tengah membutuhkan hiburan di kafe dan restoran. Larena itu, dia berharap, para pelaku industri hiburan tidak dibebani dengan pajak yang terlalu besar.
“Saya mendukung pembangunan industri hiburan yang berkelanjutan dan bersahabat dengan kebutuhan masyarakat,” katanya.
Pemerintah memperbarui kebijakan dengan menetapkan batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen. Hal itu mempertimbangkan jenis hiburan tersebut hanya dinikmati oleh golongan masyarakat tertentu sehingga pemerintah menetapkan batas bawah guna mencegah perlombaan penetapan tarif pajak rendah demi meningkatkan omzet usaha.
Namun rencana pemerintah ini diprotes sejumlah pelaku industri hiburan, salah satunya Penyanyi dangdut Inul Daratista. Protesnya menjadi sorotan di media sosial karena aturan tersebut dinilai dapat berdampak pada bisnisnya.
Kenaikan pajak hiburan telah dalam Undang-undang No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pasal 58 ayat (1) UU No. 1/2022 atau UU HKPD menyebutkan bahwa tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen.