Merdeka Sinyal Dorong Bangkitnya Perekonomian
JAKARTA – Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Anang Latif mengungkapkan, lahirnya istilah “Merdeka Sinyal” berangkat dari gambar peta sebaran selular pada tahun 2018 lalu, yang menggambarkan lalu lintas sinyal di Indonesia, mulai dari 2G, 3G dan 4G. Inilah yang kemudian disebut dengan istilah “Tol Langit”.
“Persoalannya, belum 100 persen desa di Indonesia mendapat sinyal. Di sinilah istilah Merdeka Sinyal lahir. Komitmen Kominfo, di Indonesia akan Merdeka Sinyal di tahun 2020,” kata Anang, dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 (Dismed FMB’9), yang bertajuk “Menuju Indonesia Merdeka Sinyal” di Ruang Serba Guna, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Jakarta, Rabu (10/4/2019).
Lebih jauh Dirut BAKTI menjelaskan, di balik konektivitas, akan muncul dampak-dampak yang hadir. Akan ada perekonomian digital yang terus berkembang, tele-education, tele-health, dan lainnya, sehingga mampu mendorong perekonomian di desa-desa.
“Inilah komitmen kami (pemerintah). Sehingga, ke depan bukan lagi 2G tapi langsung 4G yang terkoneksi langsung dengan internet. Sehingga sampai di pedesaan di manapun bisa menjual hasil usaha dan pertaniannya melalui online,” ujarnya.
Anang menyebutkan, hasilnya, akan memberikan harapan baru bagi siapapun, meski di daerah terpencil sekalipun. Sehingga, mereka yang di ujung wilayah masih tetap merasakan bagian dari NKRI. Dari sinilah muncul program Palapa Ring, ungkapnya.
Inti dari Palapa Ring ini, lanjutnya untuk menghasilkan sinyal yang bukan hanya cepat, tapi ‘ngebut’. Selanjutnya, dari ujung Barat hingga ujung Timur Indonesia infrastruktur komunikasi terkoneksi dengan baik.
“Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menyelesaikan infrastruktur, dengan tidak lagi berhitung untung rugi. Dan, kenapa haris dibangun dengan serat optik, karena sampai sejauh ini menjadi jaringan yang terbaik untuk 4G. Berikutnya akan muncul 5G,” papar Anang.
Dirut BAKTI mengatakan, Pada 2015 pemerintah mendapatkan fasilitas dengan tidak perlu mengeluarkan biaya, yang ditanggung pihak swasta. Baru setelah selesai operasi, diserahkan ke pemerintah, selama 15 tahun mengembalikan biaya yang dikeluarkan.
“Jaringan serat optik hanya berhenti di ibukota kabupaten. Masih ada desa yang jauh dari ibukota kabupaten karena tidak bisa ditarik sampai ke sana. Karena itu, masih ada 150.000 yang lokasinya tidak bisa dijangkau dengan kabel. Dari situ, lahirlah konsep satelit multifungsi. Yang jauh terjangkau, akhirnya menggunakan satelit multifungsi,” ujar Anang.
Selanjutnya Dirut Bakti juga menyebutkan, satelit dan palapa ring, yang kemudian disebut dengan “Tol Langit”. “Diharapkan bisa bermanfaat banyak untuk masyarakat Indonesia di seluruh pelosok negeri,” tuturnya.
Bangga Merdeka Sinyal
Sementara itu Kepala Dinas Kominfo Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Aba Maulaka dalam menyebutkan, banyak potensi yang belum dioptimalisasi untuk kesejahteraan masyarakat yang jumlahnya sekitar 5,2 juta jiwa. Sehingga kami jawab NTT pasti bangkit. Ini hanya bisa terjadi karena Pemerintah Pusat serius mendorong NTT, tidak boleh lagi manual dalam mengolah potensinya, tentunya harus harus berbasis digital, ujarnya.
Aba Maulaka menyebutkan, sampai saat ini Pemerintah Pusat melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) dari Kemkominfo telah menyediakan akses layanan internet di 479 titik yang tersebar di 21 kabupaten/kota.
Selain itu, dibangun juga Base Transceiver Station (BTS) di 115 titik yang tersebar di 16 kabupaten/kota.
“Ini luar biasa komitmen Pemerintah Pusat. Dua minggu lalu Pak Menkominfo ke Ende untuk mengecek langsung kesiapan sekolah jelang pelaksanaan UNBK. Kemudian komitmen para kepala daerah hingga kepala desa yang menyiapkan lahan sehingga BAKTI leluasa membangun BTS. Kami juga didukung pertemuan-pertemuan multilateral, seperti sidan IMF di bali kemarin, di mana salah satu objek yang dikunjungi adalah Manggarai Barat,” paparnya.
Di sektor pemerintahan, misalnya, kini penyelenggaraannya dan proses pelayanan publiknya sudah digital melalui penggunaan aplikasi e-office, e-planning, e-budgeting, e-monitoring, e-perizinan, samsat online, dan lain sebagainya.
“Dari aspek pelaku usaha, khususnya UMKM ini bergembira. Tahun lalu kami kembangkan UMKM bekerja sama dengan Facebook untuk memberikan pendidikan literasi ke 500 orang pelaku UMKM agar dapat mengelola produknya berbasis teknologi informasi. Sehingga UMKM di NTT sudah tumbuh dengan bagus,” imbuhnya.
Selain perubahan di sektor pemerintahan dan industri, menurut Aba Maulaka juga terjadi perubahan di sektor sosial, di mana masyarakat NTT kini merasa bangga karena sudah merdeka sinyal.
“Mereka senang sekali menunjukan ke saudara-saudara mereka di luar NTT bahwa kami sekarang bisa video call. Bangga mereka, walaupun pulsa mereka cepat habis, tapi mereka tetap bangga, sudah tidak kalah dengan teman-teman di Sumatra, Jawa, dan daerah lainnya. Itu hal-hal yang sungguh sangat dirasakan,” tambah Aba Maulaka. (van)