Kementerian ATR/BPN Gelar Sosialisasi FGRM, Tampung Aduan Masyarakat Dalam Pelaksanaan PTSL
JAKARTA – Dalam penyampaian program atau kebijakan, komunikasi dan interaksi dua arah sangat penting, seperti halnya dalam menyalurkan aspirasi dan kepentingan masyarakat terkait kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Dalam hal ini, Proyek Percepatan Reforma Agraria (PPRA) mewajibkan adanya mekanisme komunikasi yang disebut Feedback Grievance Redress Mechanism (FGRM).
Sehubungan dalam hal tersebut, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), melalui Direktorat Jenderal Survei Pengukuran dan Pemetaan Ruang (Ditjen SPPR) menyelenggarakan Sosialisasi FGRM di tingkat Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota secara daring, Kamis, (04/03/2021).
Sebagai informasi, FGRM adalah sebuah aplikasi mekanisme penanganan pengaduan dan keluhan antara masyarakat pemilik bidang tanah dan pengelola kegiatan PTSL seperti Pengumpul Data Pertanahan (Puldatan), pihak ketiga pelaksana pengukuran bidang tanah dan Kantor Pertanahan. Masyarakat dapat memberikan feedback berupa pertanyaan, komentar, saran dan keluh kesah dan akan direspon oleh pihak pengelola pengaduan.
“Feedback masyarakat yang tidak segera dikomunikasikan akan berubah menjadi potensi kesalahpahaman, sengketa dan konflik,” kata FGRM Specialist, Albertus Albert.
Lebih lanjut, Albertus Albert mengemukakan terdapat macam-macam feedback yakni feedback khusus, feedback umum, feedback terkait trend dan isu dan feedback terkait program dan kegiatan.
Feedback khusus berupa data/dokumen yuridis seperti Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Hak/Bukti Kepemilikan, SPT, PBB, Surat Pernyataan Kepemilikan; Data Fisik berupa identifikasi batas bidang tanah, verifikasi batas dan kesepakatan batas di lapangan serta Klarifikasi Peta Bidang Tanah.
“Tiga unsur di atas menjadi hal yang sangat penting untuk dikomunikasikan segera ketika feedback muncul,” kata Albertus Albert.
Namun, dalam implementasinya, aplikasi dan kanal pengaduan ternyata justru jarang digunakan oleh masyarakat. Aplikasi yang sifatnya tegas dan kaku, cenderung menjadi komunikasi yang berlangsung hanya satu arah, padahal yang ingin dicapai adalah interaksi dan komunikasi dua arah.
“Ada kebutuhan mendesak untuk mengedukasi masyarakat terkait penggunaan aplikasi dalam menyampaikan aduan,” jelas Albertus Albert.
Penanganan yang rapi dan terstruktur terkait feedback masyarakat tentunya bermanfaat untuk pemetaan pengaduan dan masalah yang berimplikasi pada perumusan keputusan, lesson learned dan rekomendasi yang tepat. Tak hanya itu, hal ini bisa menjadi masukan untuk perbaikan sistem dari pelayanan masyarakat.
“Pengaduan masyarakat yang masuk akan terkategorisasi dalam bentuk keluhan, pertanyaan, saran atau komentar dan terdapat status akhir dari pengaduan tersebut, baik selesai, dalam proses atau dalam proses disposisi,” tambah Albertus Albert.
Ditemui secara terpisah, Sekretaris Ditjen SPPR, Dony Erwan menyebutkan bahwa tujuan dari FGRM ini adalah untuk menampung aspirasi masyarakat dalam pelaksanaan PTSL.
“Kita perlu saluran untuk menanggapi aspirasi tersebut, kita membentuk FGRM. Kalau Bahasa Indonesianya itu disebut sebagai mekanisme pengaduan dan keluhan,” kata Dony Erwan.
Sesditjen menambahkan jenis komunikasi dikelompokkan dalam bentuk pertanyaan, komentar dan saran, serta keluhan. “Semuanya akan ditanggapi dengan bahasa komunikasi yang mudah dimengerti,” pungkas Dony Erwan.
Lebih lanjut, ke depannya FGRM akan melakukan beberapa kegiatan yakni, mengunjungi provinsi (kanwil maupun kantah) yang menjadi lokasi proyek, menampung berbagai jenis pengaduan masyarakat, dan melakukan riset pengelolaan pengaduan masyarakat demi mengembangkan aplikasi FGRM. (hms/tr)