Kemendagri Inisiasi Rencana Aksi dan Komitmen Bersama Implementasi Kebijakan PPSI
Jakarta – Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri melaksanakan Lokakarya Penyusunan Rencana Aksi Daerah dalam Implementasi Kebijakan Program Pengelolaan Sistem Irigasi (PPSI) di Hotel Harris Suites Puri Mansion, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Pada kesempatan itu, dalam keterangannya yang diterima redaksi, Selasa (15/8), Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah II Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Suprayitno mengatakan bahwa lokakarya tersebut merupakan bagian dari rangkaian pelaksanaan kegiatan Program Pengelolaan Sistem Irigasi (PPSI) sebagai salah satu bentuk implementasi dari penerapan tugas pembinaan umum NPIU Ditjen Bina Pembangunan Daerah kepada pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten dalam pelaksanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan, khususnya pada sub urusan sumber daya air dan irigasi.
“Sesuai dengan Agenda Pembangunan berdasar RPJMN 2020- 2024, yang terkait irigasi adalah Agenda Pembangunan ke-5 yaitu memperkuat infrastruktur untuk mendukung 2 pembangunan ekonomi dan pelayanan dasar yang secara langsung menekankan pada pembangunan infrastruktur sumber daya air,” ujar Suprayitno.
Secara teknis, pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diatur melalui UU SDA dan peraturan turunannya. PP Irigasi baru yang mengacu kepada UU SDA masih belum ditetapkan. Meski demikian, peraturan teknis terkait pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi tertuang di dalam PermenPUPR 30/PRT/M/2015 tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi.
Rumusan kebijakan teknis tersebut dijadikan master plan dalam Implementasi PPSI yang di dalamnya terdapat Pilar PPSI yang selaras dengan Pilar Modernisasi Irigasi yang dicanangkan Pemerintah.
Terdapat beberapa isu strategis terkait PPSI antara lain: belum sinerginya jaringan irigasi antara saluran primer, sekunder, dan tersier; meningkatnya konflik air irigasi; pelaksanaan tata tanam tanpa memperhatikan kondisi pengelolaan air; hasil konstruksi tidak diikuti manajemen aset karena kurangnya alokasi anggaran; serta belum optimalnya pemberdayaan, penguatan, dan partisipasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A).
Guna mendukung Kebijakan PPSI, Kemendagri memiliki tugas dan fungsi yang secara khusus memberikan pembinaan umum serta fasilitasi penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah; perencanaan pembangunan daerah; serta sinkronisasi dan 4 harmonisasi pembangunan daerah yang di dalamnya termasuk urusan sumber daya air dan irigasi di daerah.
Berdasarkan PermenPUPR No. 30/PRT/M/2015, pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diselenggarakan secara partisipatif dengan melibatkan peran serta masyarakat petani (P3A/GP3A/IP3A). Tujuannya untuk mewujudkan Pemanfaatan air irigasi dengan melibatkan peran serta petani pemakai air dalam aspek operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan irigasi.
Penyusunan Komitmen Bersama dan Rencana Aksi Implementasi Kebijakan PPSI, berdasarkan urutan waktu, dilaksanakan mulai dari pengarusutamaan dokumen pelaksanaan kegiatan dan dokumen perencanaan serta anggaran di daerah, hingga ujungnya penandatanganan Komitmen Bersama oleh Pejabat Eselon I di tingkat pusat dan Sekda di tingkat pemerintah daerah provinsi dan kabupaten.
Suprayitno menambahkan bahwa hasil telaah data Rencana Aksi PPSI provinsi, kabupaten, dan B/BWS dapat dijelaskan sebagai berikut : (1) jumlah total subkegiatan pada Pilar PPSI dan Modernisasi Irigasi di tingkat provinsi sebanyak 183 subkegiatan atau sebesar 34%; (2) jumlah total subkegiatan pada Pilar PPSI dan Modernisasi Irigasi di tingkat kabupaten sebanyak 291 subkegiatan atau sebesar 54%; (3) jumlah total kegiatan pada Pilar PPSI dan Modernisasi Irigasi yang menjadi kewenangan B/BWS sebanyak 68 kegiatan atau sebesar 12%; (4) total anggaran indikatif Rencana Aksi PPSI dan Modernisasi di tingkat provinsi sebesar Rp.5.196.977.168.893 atau sebesar 42%; (5) total anggaran indikatif Rencana Aksi PPSI dan Modernisasi di tingkat kabupaten sebesar Rp.2.816.600.232.336 atau sebesar 23%; (6) total anggaran indikatif Rencana Aksi PPSI dan Modernisasi Kewenangan B/BWS sebesar Rp.4.261.008.341.168 atau sebesar 35%.
“Hasil lokakarya ini akhirnya akan dituangkan dalam konsep Komitmen Bersama dan Rencana Aksi implementasi kebijakan PPSI tahun 2023 – 2025, yang nantinya akan ditetapkan oleh masing-masing pejabat di daerah (rencananya oleh Sekretaris Daerah Provinsi dan Sekretaris Daerah Kabupaten) lokasi SIMURP sebagai bagian dari proses perencanaan pembangunan dan anggaran daerah, baik di provinsi maupun kabupaten,” tambahnya.
Wilayah yang terfasilitasi SIMURP terdiri dari 10 provinsi, yaitu: Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur serta 24 kabupaten, yaitu: Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, Banyuasin, Musi Banyuasin, Cirebon, Karawang, Subang, Indramayu, Purworejo, Banjarnegara, Purbalingga, Kebumen, Brebes, Demak, Grobogan, Jember, Katingan, Takalar, Pangkajene Kepulauan, Bone, Pinrang, Konawe, Lombok Tengah, dan Nagekeo.
Sementara itu, Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Restuardy Daud yang menutup acara menyampaikan urgensi peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya air sebagai salah satu persiapan Indonesia menjadi tuan rumah World Water Forum 2024.
“Pelaksanaan kegiatan yang sangat strategis ini tentunya membutuhkan dukungan dan komitmen bersama dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memastikan bahwa implementasi kebijakan PPSI diselenggarakan secara bersama dan partisipatif dengan pendekatan tata kelola bersama (collaborative governance),” terang Restuardy.
Selain itu, lanjut Restuardy, diharapkan terwujud koordinasi, sinkronisasi, sinergitas, dan kesiapan dalam melaksanakan program/kegiatan yang telah disepakati dalam Rencana Aksi termasuk melakukan pengendalian, pengawasan, dan evaluasi implementasi kebijakan Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi (PPSI) tahun 2023-2025 secara terpadu dan berkelanjutan sesuai kewenangan masing-masing tingkatan pemerintahan.
Menurutnya, diperlukan best practice dalam Program SIMURP yang akan berakhir pada 2024 sebagai output dari program ini, yaitu dalam bentuk komitmen bersama Pemda dalam pengembangan dan pengelolaan PPSI.
Selain itu, keberadaan Program SIMURP juga dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat seperti yang dilakukan oleh Tim Komponen A maupun Komponen B yang dapat melatih P3A/GP3A/IP3A untuk berwirausaha.
“Saya harap dengan adanya best practice ini dapat menjadi dasar bagi program lain terkait sumber daya air dan program lainnya yang akan dilaksanakan di daerah,” tutup Restuardy.
Lokakarya ini dihadiri oleh perwakilan dari pemerintah pusat yaitu Kementerian Dalam Negeri selaku NPIU SIMURP, Kementerian PPN/Bappenas selaku NSCWR SIMURP, CPMU SIMURP pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), CPIU Irigasi dan Rawa Kementerian PUPR, NPIU Bina OP SDA Kementerian PUPR, NPIU BPPSDMP Kementerian Pertanian, PIU BBWS/BWS lokasi SIMURP pada Kementerian PUPR, serta seluruh konsultan SIMURP NPIU Ditjen Bina Pembangunan Daerah.
Peserta daerah terdiri dari Bappeda, Dinas PUPR, dan Dinas Pertanian di wilayah lokasi SIMURP, baik Komponen A maupun Komponen B.