METROPOLITAN

Indonesia Bisa Ikut Jejak Brasil, Bioetanol Tak Ganggu Pangan dan Hutan

Jakarta, mimbar.co.id –  Pelaku industri menilai penggunaan bioetanol bisa membantu pemangkasan emisi karbon, adopsi teknologi pun telah siap. Brasil memberikan contoh kesuksesan tersebut.

Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menegaskan mandatori dan kebijakan Brasil yang  berpihak pada bioetanol ditiru negara lain.

Kini Uni Eropa menerapkan mandatori E10, Amerika Serikat E15, sedangkan India E20. Biotenol sekarang lazim digunakan kendaraan bermotor. “Bioetanol sudah secara meluas dipergunakan, bahkan Thailand juga mengembangkan E10 hingga E85,” ungkap Kukuh.

Dari sisi industri, Kukuh memastikan seluruh mobil telah mampu menyesap bioetanol, terutama untuk E10. Gaikindo telah menggandeng Japan Automobile Manufacturers Association (JAMA) sejak 2008 untuk pengembangan penerapan bioetanol.

“Jadi kendaraan buatan Jepang itu harusnya sudah bisa terutama yang dibuat di tahun 2000 ke atas, bioetanol ini aman,” tegas Kukuh.

Dia menilai pemerintah bisa mengikuti jejak Brasil yang juga tengah ditempuh negara lain. “Mengenai gambaran global, tidak perlu dikhawatirkan terkait bioetanol. Asalkan kaidah-kaidahnya tetap diikuti,” ujarnya.

Di sisi lain, perhelatan Konferensi Perubahan Iklim ke-30 PBB (COP30) Brasil menjadi momen yang membuka tabir kesuksesan negara tersebut menghadapi transisi energi. Brasil jadi salah satu negara dengan tingkat dekarbonisasi cukup tinggi.

Hal itu jadi momentum bagi pemerintah ataupun pelaku bisnis di sektor energi untuk menimba ilmu. Apalagi, dari Indonesia saja, PT Pertamina (Persero) yang juga tengah fokus mengembangkan energi baru terbarukan ikut hadir.

Bahkan, Direktur Transformasi dan Keberlanjutan Bisnis Pertamina Agung Wicaksono didapuk sebagai pembicara dalam satu sesi rangkaian forum tersebut. Setidaknya, Indonesia bisa memetik banyak pelajaran dari Brasil, terutama bagaimana mengedepankan kepentingan nasional dalam masa transisi energi.

Berkaca dari Brasil, berkat bioetanol negara tersebut memangkas karbon 1,34 miliar ton setara CO2, dan menghemat US$261 miliar devisa saban tahun. Brasil terus ketagihan, akan mengerek mandatori etanol, serta menargetkan produksi 50 miliar liter bioetanol per tahun dari saat ini 36,83 miliar liter.

DONGKRAK INVESTASI & KESEJAHTERAAN
Selain mengandalkan tebu, Brasil juga menanam jagung untuk etanol. Target ekspansi itupun mendatangkan investasi segar. Baru-baru ini saja, seperti dikutip dari valorinternational.globo.com, Brasil menjaring sedikitnya US$23 miliar untuk ekspansi bioetanol berbasis jagung.

Tahun lalu, proyek serupa mendatangkan kucuran investasi senilai US$20 miliar. Gelontoran dana jumbo itupun meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk area sekitar, seperti catatan The Brazilian Sugarcane Industry Association (UNICA), ekosistem bioetanol mendongkrak PDB per kapita sebesar US$1.098 di tingkat kotamadya.

Di Brasil, semua SPBU menjajakan BBM dengan kandungan etanol, baik campuran E30, bahan bakar aditif etanol, hingga etanol murni (E100). Seluruh distributor bahan bakar, bahkan Shell di Negeri Samba, selain jadi pengecer bioetanol, juga investor besar yang memiliki ekosistem di sisi hulu.

Tak ada bensin murni di Brasil, yang ada justru 100% etanol. Mesin-mesin mobil pun mengkonsumsi bioetanol sejak puluhan tahun, bahkan dipercaya menjadi lebih kuat dan cepat.

Bagi pemain otomotif, kehadiran bioetanol pun tidak merisaukan. Seluruh mobil di Brasil minimal dapat mengkonsumsi E30, bahkan mobil yang menggendong mesin fleksi kebal menenggak E100.

NOL DEFORESTASI
Di sisi lain, terkait produksi massal biotenol, memungkinkan tabrakan kepentingan antara pelestarian hutan dan kepentingan pangan versus kebutuhan energi. Belajar dari Brasil, kebijakan yang tepat dapat meredam polemik kepentingan demikian.

Tidak sampai di situ, kisah bioetanol Brasil yang berhasil menyingkirkan hampir 50% penggunaan energi fosil, juga terbilang selaras dengan alam. Lahan hutan tetap terjaga, terlebih kawasan Amazon yang merupakan paru-paru dunia.

Brasil punya kebijakan nol deforestasi. Lahan produksi bioetanol berjarak jauh dari kawasan Amazon, tidak kurang dari 2.000 kilometer. Secara keseluruhan, lahan tebu hanya mewakili 1,2% luas wilayah, 0,8% lahan untuk produksi bioetanol termasuk tanaman jagung di dalamnya.

Dan produsen bioetanol ikut memikul tanggung jawab lingkungan tersebut. Mereka berkewajiban menanam kembali 46,6 juta tanaman hutan, merawat 7.315 mata air, serta melindungi 200 ribu lahan delta sungai. Pemanfaatan lahan pun tak menimbulkan kebakaran hutan. Para produsen dilarang menggunakan metode pembakaran lahan pra penanaman.

Related Articles

Back to top button