
GEEM 2025 Lahirkan Tiga Kolaborasi Lintas Negara untuk Masa Depan Pendidikan Entrepreneurship
Tangerang, mimbar.co.id – Gelaran Global Entrepreneurship Education Meeting (GEEM) 2025 yang berlangsung di Tangerang pada 21–24 Oktober bukan hanya menjadi ajang bertukar ide, melainkan juga membuahkan hasil nyata.
Dari berbagai sesi dialog lahir tiga proyek kolaborasi lintas negara yang akan memperkuat ekosistem pendidikan kewirausahaan global.
Ketiga proyek itu adalah riset bersama enam negara, program pelatihan untuk para trainers di tiga negara, dan pengembangan kota Solok sebagai learning city.
“Kami semua merasa senang, karena GEEM 2025 bukan hanya menjadi ajang ngobrol-ngobrol, tetapi melahirkan beberapa kesepakatan konkret untuk bekerjasama secara lintas negara,” kata Dessy Aliandrina, CEO dan pendiri Sociopreneur Indonesia yang menjadi penyelenggara GEEM 2025.
GEEM merupakan ajang tahunan tempat bertemunya para akademisi, fasilitator pendidikan, pejabat pemerintah, pelaku bisnis, peneliti, hingga perwakilan dari UNESCO dan jejaring Entrepreneurship Education Network (EE-Net).
GEEM 2025 dihadiri oleh 150 delegasi dari berbagai negara seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, Pakistan, Sri Lanka, Singapura, China, Hong Kong, India, Maroko, Inggris, Selandia Baru, Swedia, Australia, Jepang, Thailand, Wales, Belanda, dan Jerman.
Lembaga-lembaga ternama seperti UNESCO, Malaysia Financial Planning Council, Universiti Tenaga Nasional, Cardiff University, Zhejiang University, dan Esca Ecole de Management turut hadir dan berbagi pengalaman.
Dari Indonesia, partisipasi datang dari Universitas Multimedia Nusantara, BINUS University, Universitas Nasional Karangturi, Bulir Padi Foundation, hingga para pemenang Beasiswa Pelatihan Guru Terbaik (BPG), Asia Social Impact Challenge dan I-S/HE Challenge.
Pemerintah Kota Solok juga ikut serta, menegaskan pentingnya kolaborasi antara sektor publik dan dunia pendidikan melalui penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) dengan Sociopreneur Indonesia.
Mereka hadir dengan semangat kolaborasi untuk memperkuat pendidikan entrepreneurship dan inovasi sosial di tingkat global yang secara simbolik disampaikan melalui penandatanganan LOI (Letter of Intent) lintas negara, lintas organisasi dan individu.
Lebih jauh Dessy menjelaskan bahwa GEEM 2005 melahirkan tiga kolaborasi konkret lintas negara. Yang pertama adalah Riset Bersama Enam Negara, yang akan mempertemukan akademisi dan praktisi dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Sri Lanka, dan Pakistan untuk menyusun ulang kerangka pendidikan entrepreneurship agar lebih relevan dengan kebutuhan zaman.
Kedua adalah Program “Train for Trainers” Tiga Negara, melibatkan Pakistan, Sri Lanka, dan Indonesia. Program ini berfokus pada pelatihan intensif bagi para pendidik agar mampu mencetak pelatih-pelatih baru di bidang pendidikan entrepreneurship.
Ketiga adalah program Pengembangan Kota Solok sebagai “Learning City”. Ini adalah proyek bersama yang melibatkan Saverglobal (Australia), Sociopreneur Indonesia, dan Teach a Man to Fish (UK) untuk menjadikan Kota Solok sebagai kota pembelajaran yang menumbuhkan literasi budaya dan finansial melalui pendidikan entrepreneurship.
Misi GEEM
“Lebih dari sekadar menjalin kemitraan, GEEM 2025 hadir dengan misi fundamental untuk me-reframing konsep entrepreneurship, yang pada gilirannya akan mengubah konsep pendidikan entrepreneurship. Acara ini menantang narrow view yang memandang entrepreneurship sekadar sebagai bisnis dan profit, dan mengadvokasinya sebagai life skill dan essential skill yang wajib dimiliki setiap individu untuk menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan,” tutur Dessy.
Menurut Dessy, dalam kerangka baru ini, entrepreneurship tidak lagi mengikuti pola lama “take, make, waste”, tetapi beralih ke cara berpikir “create, care, regenerate” yang menempatkan entrepreneurship sebagai sarana untuk menciptakan dampak sosial dan lingkungan yang berkelanjutan.
Misi ini lahir sebagai respons terhadap kondisi nyata di lapangan. Dunia pendidikan masih terkotak dalam disciplinal silo, sehingga pendidikan entrepreneurship dianggap milik fakultas bisnis atau manajemen semata. Sementara di industri, masih ada kekhawatiran bahwa memberi pelatihan entrepreneurship akan mendorong karyawan untuk keluar dan membangun usaha sendiri.
Berbeda dari forum-forum konvensional yang berhenti di tataran wacana, GEEM menekankan kolaborasi lintas sektor, disiplin, dan negara. Tujuannya jelas, yakni mentransformasi konsep abstrak menjadi aksi nyata dan solusi yang langsung bisa dijalankan setelah acara berakhir.
Rangkaian acara ini ditutup dengan konsolidasi internal antara UNESCO dengan UNESCO Entrepreneurship Education Network (EE-Net) National Chapters (Indonesia, Cina, Malaysia, Singapore, Thailand, Filipina, Pakistan dan Sri Lanka), dan UNESCO Inruled untuk memperkuat komitmen bersama dalam mencapai SDG 4 (Pendidikan Berkualitas) melalui pendidikan entrepreneurship.
Guru, Ujung Tombak Perubahan
Di tengah dunia pendidikan yang terus berubah, GEEM 2025 mengingatkan hal yang mendasar, yakni peran guru sebagai penggerak perubahan yang siap menghadapi dunia yang makin rumit.
Melalui kerja sama dengan berbagai lembaga, GEEM 2025 memperkenalkan cara baru dalam melatih guru. Pelatihannya tidak berhenti pada teori mengajar, melainkan membekali mereka dengan kemampuan yang relevan untuk hidup masa kini, mulai dari literasi finansial dan digital, hingga pemahaman tentang keamanan siber. “Guru adalah kelompok yang sangat rentan terhadap penipuan finansial,” kata Dessy.
Karena itu, GEEM bekerja sama dengan lembaga keuangan global seperti Saver Global untuk memperkuat ketahanan ekonomi dan pribadi para guru.
Program Teacher Training yang diperkenalkan dalam forum ini juga berbeda. Selama enam bulan, peserta menerima beasiswa intensif berbasis tiga pilar utama: pendidikan entrepreneurship, literasi finansial, dan literasi digital.
Tujuannya sederhana namun penting, yaitu membentuk guru yang tidak hanya piawai mengajar, tetapi juga tangguh dan cerdas dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
“Kami ingin guru bisa menambah penghasilan tanpa harus meninggalkan profesi mulianya,” ujar Dessy lagi. Esensinya bukan menjadikan guru pebisnis, melainkan menumbuhkan entrepreneurial mindset, yakni cara berpikir kreatif dan mandiri yang memperkaya profesionalisme mereka, baik dalam mengelola kelas maupun kehidupan pribadi.
Hasilnya mulai terlihat. Di GEEM 2025, sejumlah penerima Beasiswa Pelatihan Guru Terbaik (BPG) 2025 tampil dengan semangat baru. Mereka hadir bukan hanya sebagai pengajar, tetapi sebagai pemimpin pembelajaran. “Mereka yang mampu membawa nilai, inovasi, dan keberanian beradaptasi ke dalam kelas.”
Di tengah banyaknya pembicaraan soal kesejahteraan guru, langkah GEEM 2025 menawarkan pendekatan yang berbeda. Alih-alih hanya berbicara soal tunjangan atau fasilitas, program ini menguatkan guru dari dalam, yakni memperkaya pengetahuan, memperkuat karakter, dan membuka peluang baru. Pesan yang ingin disampaikan pun jelas, yakni bahwa pendidikan akan sekuat dan setangguh para guru yang menghayatinya.




