METROPOLITAN

Ditjen Bina Bangda Kemendagri Sampaikan Sejumlah Masukan terkait Transisi Energi

JAKARTA – Plh. Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Gunawan Eko Movianto menghadiri Dialog Perencanaan Transisi Energi Berbasis Kewilayahan pada Rancangan RPJMN tahun 2025-2029, beberapa waktu lalu di Hotel Pullman Jakarta.

Dalam rilis yang diterima redaksi, Selasa (27/2), acara tersebut dibuka oleh Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Ibu Vivi Yulaswati dengan menghadirkan pembicara dari Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM; Deputi Bidang Ekonomi Bappenas; Direktur Industri, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif Bappenas; Plh Direktur SUPD I Ditjen Bangda Kemendagri; Perusahan Listrik Nasional (PLN); para pakar keenergian Universitas Indonesia serta dimoderatori oleh Direktur Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan Kementerian PPN/Bappenas.

Pada kesempatan itu disampaikan tahapan pertama dari Rencana Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029 yang akan menetapkan berbagai target pembangunan yang mana salah satu target utamanya yaitu membawa Indonesia keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah.

Salah satu strategi yang akan dijalankan yaitu transformasi ekonomi melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun dengan cara-cara yang berbeda agar pertumbuhan juga lebih bersih.

Pada RPJPN saat ini, telah diupayakan pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim intervensi ekonomi hijau melalui pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim diharapkan akan meningkatkan daya dukung lingkungan, penurunan emisi GRK, serta mendorong peningkatan PDB nasional di masa mendatang.

Ketahanan energi dan transisi energi menjadi dua fokus kunci dalam kebijakan pembangunan sektor energi ke depan. Kebijakan transisi energi Indonesia diarahkan untuk mewujudkan Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Selain itu, mewujudkan transisi dan penyediaan energi yang berkeadilan, inklusif, dan berkelanjutan.

Melalui pendekatan yang terkoordinasi secara kewilayahan, Indonesia juga dapat membangun infrastruktur yang mendukung pengembangan sumber energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang pada gilirannya akan memberikan dampak positif terhadap lingkungan dan keberlanjutan pembangunan menuju Indonesia Emas 2045.

Hasil dari Dialog Perencanaan Transisi Energi Berbasis Kewilayahan tersebut untuk masukan dan identifikasi berbagai isu strategis transisi energi yang akan dihadapi oleh Pemerintah Indonesia dalam lima tahun mendatang yang diperkirakan akan menjadi constraint (faktor pembatas) dalam proses transisi energi.

Selanjutnya, hasil dari penjaringan isu tersebut akan menjadi masukan bagi Bappenas dalam menyusun dokumen strategi transisi energi berbasis kewilayahan.

Sementara itu, dukungan Kemendagri dalam transisi energi antara lain: Peraturan Presiden No. 11/2023 tentang Urusan Pemerintah Konkuren Tambahan di Bidang Energi dan SDM pada Subbidang Energi Baru Terbarukan (EBT); memberikan masukan untuk pemerintah daerah terkait dengan program/kegiatan EBT pada saat fasilitasi Dokumen Perencanaan Daerah; menyiapkan klasifikasi, kodefikasi dan nomenklatur program/kegiatan untuk mendukung EBT; serta memfasilitasi Pemda dalam penyusunan RDTR dan RTRW untuk perencanaan serta perizinan usaha terkait dengan EBT.

Masukan dari Ditjen Bina Bangda berkaitan dengan transisi energi. Pertama, perlu ada pertimbangan untuk memperkuat kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang ESDM subbidang EBT pada daerah kabupaten/kota.

Kedua, perlu adanya wacana penggunaan dana daerah yang bersumber dari dana bagi hasil Sumber Daya Alam (SDA) di sektor mineral dan batubara, panas bumi, minyak dan gas bumi serta bonus produksi yang berasal dari hasil kegiatan panas bumi yang diorientasikan untuk pembangunan sektor energi, khususnya energi terbarukan.

Ketiga, perlu ada satu kebijakan yang memberikan kemudahan bagi pelaku usaha yang ingin membangun infrastruktur EBT.

Keempat, pemerintah daerah perlu merencanakan pembangunan jangka menengah dan jangka panjangnya dengan mengakomodir aspek perubahan struktur ekonomi yang bersumber pada sektor pertambangan ke sektor lain sesuai dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah seperti sektor pertanian, perindustrian, perdagangan, dsb.

Terakhir, transisi energi perlu dipersiapkan (semua tahapan dan infrastruktur yang dibutuhkan) dan didukung semua pihak (pusat-daerah, dunia usaha, dan masyarakat) agar dapat dicapai sesuai yang direncanakan.

Related Articles

Back to top button