Daerah Memiliki Peran Strategis dalam Implementasi Reformasi Energi di Indonesia
JAKARTA – Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Restuardy Daud menjadi salah satu pembicara pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang membahas tema “Reformasi Sektor Energi untuk Mendukung Transisi Energi Guna Meningkatkan Ketahanan Ekonomi Indonesia”, yang digelar di Hotel Sutasoma, beberapa waktu lalu.
Dalam rilis yang diterima redaksi, Selasa (30/1), FGD tersebut digelar oleh Purnomo Yusgiantoro Center (PYC), sebuah lembaga nirlaba yang memiliki concern pada aspek pengkajian dan pengembangan energi dan sumber daya alam. Kegiatan ini diselenggarakan untuk memberi dorongan kepada daerah dalam mengambil langkah-langkah strategis melalui transisi energi dari penggunaan energi fosil ke energi terbarukan. Dalam konteks ini, peran aktif kepala daerah yang memegang peranan penting dalam mengimplementasikan strategi transisi energi di daerah masing-masing. Kepala daerah berada di posisi unik untuk memahami kebutuhan spesifik daerahnya, sumber daya lokal yang tersedia, serta dinamika sosial-ekonomi yang mempengaruhi kebijakan energi.
Pada kesempatan tersebut, Restuardy Daud menyampaikan beberapa urgensi transisi energi, mulai dari mandat aturan perundangan atau regulasi transisi energi yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, serta beberapa peraturan turunannya.
Urgensi lainnya pada strategi transisi energi dilatarbelakangi oleh kondisi perubahan iklim ekstrem, yaitu naiknya suhu global sbg ekses penggunaan energi fosil, dan kerusakan lingkungan yang memberikan dampak besar kepada sektor-sektor penting, salah satu yang terbesar di antaranya sektor Pertanian, sehingga hal ini juga akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Selain itu, strategi transisi energi juga perlu memperhatikan sektor ketahanan energi, yang tetap menjaga dan memastikan kebutuhan energi masyarakat tetap dapat terpenuhi serta terjangkau.
Selain itu sektor energi juga merupakan salah satu faktor penyumbang inflasi tertinggi di beberapa daerah, terutama pada waktu-waktu tertentu seperti hari libur nasional, dan fluktuasi harga BBM global. Beberapa hal yg dihadapi mulai dari ketersediaan, distribusi, hingga harga BBM yang dikonsumsi oleh langsung masyarakat kita.
Sektor energi merupakan kontributor perubahan iklim yang paling dominan, menyumbang hampir 90% dari emisi CO2 secara global. Secara garis besar, dapat dilihat komitmen Indonesia dalam Nationally Determined Contributions (NDC) dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention on Climate Change dan berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca sebesar 31,89% dengan upaya sendiri serta 43,2% dengan bantuan internasional pada 2030. Perlu diketahui, strategi transisi energi memiliki empat pilar teknologi yaitu, efisiensi energi, elektrifikasi, sumber energi rendah karbon, dan penyerapan karbon.
Awal perkembangan kebijakan sektor energi di Indonesia sudah sejak tahun 1981-1991 yang mana pada saat itu Badan Koordinasi Energi Nasional menerbitkan Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE).
Kebijakan tersebut berfokus pada intensifikasi, diversifikasi, dan konservasi energi. Kemudian pada 2003, KUBE digantikan dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (Energi Hijau), dan terus berkembang sejak terbitnya Perpres Nomor 5 Tahun 2006 tentang KEN. Hingga saat ini, pemerintah sudah menerbitkan Perpres Nomor 11 Tahun 2023 tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambahan di Bidang ESDM pada Subbidang EBT, dan pada November 2023, Indonesia pada forum G20, menyepakati pembentukan Just Energy Transition Partnership (JETP) melalui kerja sama dengan negara-negara anggota IPG, seperti Amerika Serikat, Britania Raya, dan Jepang.
Pemerintah Daerah mempunyai peran penting dalam pencapaian target transisi energi. Berdasarkan Pasal 18 UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, pemerintah daerah menyusun Rencana Umum Energi Daerah dengan mengacu pada Rencana Umum Energi Nasional yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah. Hingga saat ini, sudah ada 33 provinsi yang telah menetapkan perda RUED-P.
Ada beberapa daerah yang sudah berinovasi memberikan kontribusi terhadap pencapaian transisi energi di antaranya adalah Provinsi DKI Jakarta melakukan inovasi untuk menurunkan emisi karbon dengan kebijakan transportasi umum listrik yang terintegrasi, bus listrik, Transjakarta, Jaklingko, MRT, LRT, dan KRL Commuterline.
Sementara Provinsi Jawa Tengah telah memiliki 2.353 desa mandiri energi dari total 8.500-an desa/kelurahan. Berbagai pemanfaatan energi terbarukan di Jawa Tengah terdiri dari pembangkit listrik tenaga surya, hidro, panas bumi, sampah, serta pemanfaatan energi nonlistrik seperti biodiesel, biogas, biomasa, dan gas rawa (biogenic shallow gas), serta Plant RDF Pengolahan Sampah di Kabupaten Cilacap dengan kapasitas sampah 120 ton/hari.
“Saat ini, kita memiliki lompatan baru dengan teknologi RDF (Refused Derived Fuel) dengan mengolah sampah menjadi biomassa, selanjutnya sebagai co-firing batu bara di Plant Industri Semen dan Plant PLTU,” ungkap Restuardy.
Pemerintah daerah saat ini masih menghadapi beberapa tantangan dalam mendukung pencapaian program transisi energi. Sesuai dengan Pasal 14 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan urusan di Bidang ESDM termasuk subbidang EBT hanya dibagi antara pusat dan daerah provinsi.
Dalam pelaksanaannya, dukungan daerah terhadap transisi energi belum optimal, mengingat keterbatasan anggaran daerah provinsi untuk membiayai pengembangan energi terbarukan di seluruh kabupaten/kota yang ada di wilayah provinsi; serta apabila memperhatikan prinsip pembagian urusan, secara garis besar pengembangan EBT perlu juga (dibuka ruang) melibatkan daerah kabupaten/kota.
Selain itu, mayoritas Wilayah Usaha Penyediaan Tenaga Listrik di Indonesia seluruhnya dimiliki oleh negara melalui Badan Usaha Milik Negara (PT. PLN Persero). Sepenuhnya PLN sebagai satu satunya lembaga yang melakukan kegiatan hulu hingga hilir dalam mendistribusikan dan menjual listrik ke konsumen akhir (masyarakat).
Untuk mencapai target transisi energi, perlu peran semua pihak di dalamnya. Perlu ada pertimbangan untuk memperkuat kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan di Bidang ESDM subbidang EBT pada daerah kabupaten/kota.
Selain itu, perlu adanya wacana penggunaan dana daerah yang bersumber dari dana bagi hasil Sumber Daya Alam (SDA) di sektor mineral dan batubara, panas bumi, minyak dan gas bumi serta bonus produksi yang berasal dari hasil kegiatan panas bumi yang diorientasikan untuk pembangunan sektor energi, khususnya energi terbarukan.
Pemerintah daerah perlu merencanakan pembangunan jangka menengah dan jangka panjangnya dengan mengakomodir aspek perubahan struktur ekonomi yang bersumber pada sektor pertambangan ke sektor lain sesuai dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah seperti sektor pertanian, perindustrian, perdagangan, dan sebagainya, ujarnya (TU).