
Cegah Kekerasan dan Perkawinan Anak, SMK 8 Samarinda Dapat Pendampingan Khusus dari DP2PA
SAMARINDA, mimbar.co.id – Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional ke-41 tahun 2025, SMK Negeri 8 Samarinda menjadi salah satu sekolah yang mendapat perhatian khusus dalam kegiatan sosialisasi pencegahan kekerasan dan perkawinan usia anak.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) Kota Samarinda, sebagai bagian dari program nasional yang digulirkan dari pusat hingga daerah.
Acara digelar di aula SMKN 8 Samarinda, Jalan Syahrani Dahlan, Kelurahan Harapan Baru, Kecamatan Loa Janan Ilir, pada Rabu (23 Juli 2025). Kegiatan ini diikuti oleh 150 siswa perwakilan, mewakili seluruh siswa sekolah yang berjumlah 1.080 orang.
Kepala Dinas DP2PA Samarinda, Dr. Ibnu Araby, M.M.Pd., diwakili oleh Kepala Bidang Perlindungan Perempuan, Awe Uluy, S.KM., M.Kes., dalam sambutannya menjelaskan bahwa pemilihan SMK 8 sebagai lokasi sosialisasi berdasarkan data riil di lapangan.
Berdasarkan laporan dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA) serta UPTD PPA Kota Samarinda, kasus kekerasan terhadap anak dan perkawinan usia dini masih tinggi, termasuk yang tercatat dari lingkungan SMK 8.
“Salah satu data yang masuk berasal dari SMK 8, sehingga kami memprioritaskan pendampingan dan edukasi di sini. Ini bentuk tanggung jawab kami terhadap perlindungan anak di Samarinda,” tegas Awe.
Ia menambahkan bahwa kekerasan yang terjadi, baik di rumah maupun sekolah, menandakan adanya relasi yang tidak sehat dan pola pengasuhan yang belum maksimal. Karena itu, kolaborasi antara keluarga, guru, dan siswa sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dan suportif.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMK 8 Samarinda, Anwar, S.Pd., M.Pd., menyambut baik kegiatan ini. “Kami bersyukur sekolah kami mendapat perhatian langsung dari pemerintah daerah. Ini bentuk kepedulian terhadap masa depan anak-anak kami,” ujarnya.
Sebagai narasumber utama, hadir Endro S. Efendi, SE., M.Sos., C.Ht., CT., CPS., praktisi hipnoterapi klinis dari Rumahati sekaligus Direktur Semesta Academy.
Dalam paparannya, Endro menekankan bahaya perundungan (bullying) terhadap kesehatan mental anak. Ia bahkan menunjukkan sejumlah bukti kasus bullying yang berakhir tragis hingga menyebabkan korban kehilangan nyawa.
“Jangan anggap remeh bullying. Banyak korban yang akhirnya mengalami luka batin berkepanjangan. Saya sering menangani kasus seperti ini di ruang terapi,” ungkapnya.
Endro juga mengajak para siswa untuk tetap menjalin kedekatan dengan orang tua, serta bersikap hormat dan patuh meskipun keadaan keluarga tidak ideal.
“Jangan menunggu orang tua berubah. Justru kita yang harus memulai perubahan,” pesannya. Ia juga mengingatkan guru agar tidak membandingkan siswa, karena itu pun termasuk bentuk bullying yang tersembunyi.
Materi dari Endro disambut antusias oleh para siswa. Hal itu terlihat dari semangat mereka dalam sesi tanya jawab dan keterlibatan aktif sepanjang kegiatan.
Sementara itu, Dardanella Yama Sartika, S.Sos., M.Si., pejabat fungsional pekerja sosial dari DP2PA Samarinda, yang akrab disapa Bu Della, turut memberikan materi penting seputar pencegahan pelecehan seksual di lingkungan sekolah.
Ia menjelaskan bagaimana tindakan tersebut sering terjadi dalam bentuk yang tidak disadari, mulai dari ucapan hingga tindakan fisik yang tidak pantas, dan bagaimana siswa harus berani melaporkan setiap bentuk pelecehan yang mereka alami atau saksikan.
“Pelecehan seksual bisa datang dari siapa saja dan sering tidak dilaporkan karena korban takut atau merasa malu. Padahal, diam bukan solusi. Kita harus ciptakan lingkungan sekolah yang aman dan berani melindungi diri,” tegas Della.
Ia juga menegaskan pentingnya peran semua pihak terutama guru dan orang tua—untuk menciptakan ruang aman bagi anak, termasuk dengan membekali mereka pemahaman tentang batas tubuh, hak atas rasa aman, serta jalur pelaporan yang tersedia.
Dengan pelaksanaan kegiatan ini, diharapkan tercipta sinergi yang lebih kuat antara sekolah, keluarga, dan pemerintah dalam mencegah kekerasan, pelecehan seksual, maupun perkawinan usia anak. Semua pihak didorong untuk menjadi pelindung dan pendamping yang aktif dalam membangun masa depan generasi muda yang lebih sehat secara fisik, mental, dan sosial.