Adanya Tol Laut Terbukti Turunkan Harga
JAKARTA – Program tol laut yang dicanangkan Pemerintahan Joko Widodo sejak 2014, ternyata berdampak positif terhadap penurunan harga bagi masyarakat di wilayah Indonesia Timur yang secara geografis adalah wilayah kepulauan.
Meski demikian, pemerintah juga mendapati biaya logistik jalur darat khususnya di wilayah Indonesia Timur masih menjadi hambatan dalam upaya menurunkan biaya logistik distribusi barang kebutuhan pokok.
Kesimpulan ini didapat dalam Forum PWI Jaya bertema ‘Upaya Ditjen Laut Kementerian Perhubungan Menjamin Ketersediaan Sarana dan Prasarana Transportasi Laut Nasional Yang Optimal’ digelar Rabu, 2 September pukul 14.00 di Auditorium PWI Jaya, Lantai 9 Gedung Prasada Sasana Karya, Jakarta Pusat.
Kegiatan ini dihadiri Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub Captain Anthony Arif Priadi, Pengamat dari Pustrans UGM, Lenny Mayouri dan pengamat maritim Siswanto Rusdi.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub Captain Anthony Arif Priadi menuturkan survei yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri menemukan sejumlah hal menggembirakan dari pelaksanaan program Tol Laut yakni penurunan tingkat harga barang pokok, penurunan disparitas harga bahan pokok antara kawasan Indonesia Timur dan Barat.
“Program tol laut menguntungkan bagi kegiatan perdagangan sebagian besar komoditas pangan strategis terutama ikan segar, cabai dan bawang hingga terjadi penurunan biaya logistik ke tingkat konsumen,” tuturnya.
Captain Anthony Arif Priadi menuturkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional sampai 2022 menargetkan mewujudkan 28 pelabuhan utama, 164 pelabuhan pengumpul, 166 pelabuhan pengumpan regional dan 278 pelabuhan pengumpan lokal termasuk 1321 rencana lokasi pelabuhan dengan 55 terminal yang menjadi bagian pelabuhan umum
“Sejumlah integrasi pengembangan kawasan dan infrastruktur didorong untuk menurunkan biaya transportasi darat, mewujudkan konektivitas dan menyeimbangkan arus perdagangan antara Indonesia Barat dan Timur,” tegasnya.
Sementara itu Pengamat Transportasi dari UGM Lenny Maryouri menyebutkan bidang pertanian dan nelayan menjadi bidang yang paling tahan dari krisis ekonomi akibat Covid19. Hal ini merujuk pada dua krisis yang lalu tahun 1997 dan 2008.
“Pada sisi lain, sejumlah hambatan harus segera dipecahkan oleh pemerintah seperti proses perizinan konsesi di kementerian perhubungan yang sangat lambat. Satu proses perijinan baru bisa diselesaikan lebih dari 5 tahun, proses kerjasama pengelolaan pelabuhan milik Kemenhub juga sangat sulit sehingga pengoperasian pelabuhan kurang optimal,” paparnya.
Dalam kesempatan itu Pengamat Maritim Siswanto Rusdi justru melihat Presiden Joko Widodo saat ini sudah melupakan tol laut yang merupakan program politis tahun 2014. “Saat ini sudah tidak disebut-sebut lagi oleh Jokowi maupun timnya.”
Dia melihat dengan subsidi yang kecil, pola trayek yang tak ideal dan kapasitas kapal yang kecil membuat pelaksanaan program tol laut tidak efektif. Akibatnya target penurunan harga dan disparitas harga yang ingin diwujudkan lambat tercapai.
Ketua PWI Jaya Sayid Iskandarsyah menuturkan tol laut merupakan program pemerintahan Joko Widodo dalam mewujudkan pembangunan sarana dan prasarana transportasi laut yang menjadi kesatuan dari pembangunan nasional sebagai modal pertumbuhan perekonomian nasional dan mendukung daya saing nasional secara global.
PWI Jaya melihat transportasi laut tidak dapat dipisahkan dari fakta bahwa fitrah Indonesia adalah sebuah negara maritim. Untuk mewujudkan hal ini tentunya diperlukan keberpihakan kebijakan dan teknologi yang memadai serta dukungan penerapan teknologi yang memadai, riset-riset terkait dengan pemanfaatan laut atau dalam bidang maritim sangat diperlukan.
Untuk itu, lanjutnya, pembangunan sarana dan prasarana memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung aktivitas ekonomi, sosial, budaya, serta kesatuan dan persatuan bangsa terutama sebagai modal dasar dalam memfasilitasi interaksi dan komunikasi di antara kelompok masyarakat serta mengikat dan menghubungkan antar wilayah.
Pembangunan sarana dan prasarana transportasi laut, yang menjadi kesatuan dari pembangunan nasional, diharapkan dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan perekonomian nasional dan mendukung daya saing nasional secara global.
Dukungan sarana dan prasarana terhadap pertumbuhan ekonomi nasional terutama diwujudkan dalam peran jaringan transportasi laut yang memungkinkan orang, barang, dan jasa bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain dan pertukaran informasi secara cepat.
PWI Jaya mencatat kehadiran tol laut berhasil meningkatkan konektivitas dan memperlancar arus barang ke wilayah Indonesia Timur seperti ke Ambon dan Maluku. Sehingga menurunkan disparitas harga sebanyak 15-20 persen di sejumlah wilayah di Indonesia Bagian Timur.
Sementara secara nasional, hingga akhir 2019 tol laut sudah meningkatkan distribusi logistik nasional sebesar 41 juta ton dalam tiga tahun terakhir. Data yang dipublikasikan BPS, volume distribusi logistik nasional tahun 2015 mencapai 238 juta ton, menjadi 279 juta ton pada 2018 dan tol laut berperan dalam kenaikan tersebut.
Melihat kinerja positif tersbeut, Kementerian Perhubungan terus mendorong optimalisasi peranan Tol Laut dalam rantai logistik nasional, pemerintah kini mendorong penyelenggaraan angkutan logistik Tol Laut bukan hanya dari pelabuhan ke pelabuhan, tapi sampai ke konsumen, sehingga tepat sasaran ke masyarakat agar dapat merasakan harga yang terjangkau.
“PWI Jaya berharap forum ini dapat menjadi tempat seluruh pihak menyampaikan aspirasi mereka yang tentu saja berupa aspirasi positif bagi terwujudnya Tol Laut sebagai sarana mewujudkan konektivitas antar wilayah yang selama ini menjadi hambatan pertumbuhan ekonomi daerah,” pungkasnya. (rls)