Basril Basyir Dilantik, Jadi Preseden Terburuk Sejarah PWI
Jakarta – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat rencananya bakal melantik Basril Basyar sebagai Ketua PWI Sumatera Barat, pada Jumat (13/1/2022).
Mantan Ketua PWI Jaya, Marah Sakti Siregar menegaskan, jika benar hal tersebut dilakukan, maka itu adalah preseden terburuk dan pelanggaran serius yang dilakukan Ketua PWI Pusat, Atal S Depari selama memimpin organisasi wartawan tertua di Indonesia selama ini.
Pasalnya, langkah yang diambil Atal S Depari telah melanggar Kode Etik Jurnalistik, Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga PWI serta Kode Perilaku wartawan.
“Jika benar pelantikan Saudara Basyir Basyar (BB) sebagai ketua PWI Sumatera Barat jadi dilakukan, maka itu adalah demonstrasi buruk dan pelanggaran serius konstitusi PWI oleh seorang Ketum PWI Pusat,” kata Marah Sakti Siregar.
Lebih lanjut mantan wartawan senior Tempo tersebut mengatakan, pengawasan atas pelaksanaan aturan konstitusi itu dan penjatuhan sanksi atas pelanggarannya diatur pada pasal 27 Peraturan Dasar PWI, yang menjadi tupoksi Dewan Kehormatan PWI.
“Nah, dalam konteks melaksanakan tupoksinya DK PWI mengeritisi terpilihnya Basril Basyar sebagai Ketua PWI Sumbar pada tgl 27 Juli 2022. Itu karena ketika terpilih BB masih berstatus seorang PNS,” terangnya.
Marah Sakti juga merasa heran dengan sikap Ketum PWI. Padahal sebelumnya, Atal S Depari manut dan tunduk terhadap kritikan DK PWI karena telah merestui Konferprov PWI Sumbar tersebut.
Lalu, lanjutnya, setelah melaksanakan Rapat Pleno bersama pengurus DK dan Dewan Penasihat PWI, pada 4 Agustus 2022, melalui SK tertanggal 12 Agustus 2020, Ketum bersama Sekjen PWI mengangkat Wakil Sekjen PWI R Suprapto sebagai Plt Ketua PWI Sumbar untuk masa tugas selama 6 bulan.
“Langkah ini diambil karena BB, menurut pertimbangan SK itu belum bisa dilantik sebagai ketua PWI Sumbar sampai terbitnya SK Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang mengesahkan pengunduran diri BB sebagai PNS,” terangnya.
Sampai di sini, kata dia, dirinya dan mungkin juga semua jajaran PWI di seluruh Indonesia, menunggu apakah BB sejatinya akan benar-benar mundur sebagai PNS.“Hati kecil saya bilang,“Sayang juga ya. Kok, milih sebagai Ketua PWI, apa pertimbangannya?” tanyanya.
Parahnya lagi, kata Marah Sakti, mendekati berakhirnya masa tugas Ketua Plt PWI Sumbar, BB sempat melakukan manuver-manuver untuk mempertahankan diri, di antaranya dengan menulis surat terbuka melalui pengacaranya dengan mensomasi Ketua Umum PWI Pusat.
Somasi itu mempertanyakan mengapa Ketum PWI belum melantik dirinya yang diklaimnya telah memenuhi semua syarat untuk dilantik.
Setelah langkah somasi itu, Ketum PWI mengadakan Rapat Pleno tgl 6 Januari 2022 dan akhirnya memutuskan akan segera melantik BB. Meski pun tiga orang wakil DK PWI Pusat yang hadir dalam rapat itu menolak keputusan tersebut.
“Wah, saya kaget ketika mendengar perubahan sikap Ketum PWI Pusat itu. Makanya, ketika ditanya seorang teman wartawan saya sempat mengimbau agar Ketum PWI tidak melakukan pelantikan ketua PWI Sumbar. Tapi, rupanya langkah Ketum PWI tak terbendung lagi,” ujarnya.
Marah Sakti pun merasa kecewa dan marah atas sikap Ketum PWI. Sebab langkah nekat itu kalau tidak ditolak, atau didiamkan saja, dan tidak segera dikoreksi bisa menjadi preseden buruk bagi citra dan marwah PWI sebagai organisasi profesi yang mengedepankan etika dan moral serta ketaatan pada konstitusi.
“Ketum PWI Atal S. Depari, saya kira cukup faham dan semestinya sadar dampak buruk tindakan yang dilakukannya. Ini bisa memicu perpecahan di tubuh PWI,” katanya mengingatkan
Lebih jauh Marah Sakti menerangkan, bahwa menyangkut wewenang pemberian sanksi atas pelanggaran KEJ PWI, PD/PRT, KPW PWI dan KEJ PWI jelas juga ditetapkan dalam pasal 4 dan pasal 5 Peraturan Rumah Tangga PWI.
Pasal 5 ayat 1 tegas menetapkan “Semua sanksi yang diputuskan DK PWI diserahkan kepada Pengurus untuk ditindaklanjuti.”
Frasa “ditindaklanjuti pengurus” dalam pasal 24 ayat 5 Peraturan Rumah Tangga ini kemudian dipertegas maknanya “untuk dilaksanakan”.
Sebab, jelas juga ditetapkan dalam ayat 2 pasal yang sama PRT tersebut bahwa “keputusan DK bersifat final dan mengikat.”
Jadi, tambah dia, jika, merujuk semua aturan (konstitusi) organisasi tersebut, patut dipertanyakan kepada Ketum PWI Atal S Depari,
“Pada bab, pasal dan ayat berapa dalam PD/PRT atau juga KPW PWI yang menyebutkan Ketum PWI atau Pengurus PWI bisa atau boleh mengabaikan atau tidak melaksanakan sanksi yang sudah diputuskan DK PWI?” sindirnya.[*]