Ketua ASPPUK : Saya Selalu Memberi Pendampingan Perempuan Pelaku UMKM

 Ketua ASPPUK : Saya Selalu Memberi Pendampingan Perempuan Pelaku UMKM

JAKARTA – Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan motor penggerak utama ekonomi kerakyatan di Indonesia. Sejak pandemi COVID-19 masuk ke Indonesia, perekonomian di segala sektor lumpuh. Banyak perusahaan yang melakukan pengurangan karyawan. Sejak itu, tingkat pengangguran pun kian meningkat.

Agar bisa menggerakan roda ekonomi, pemerintah pun menggenjot produktifitas di sektor UMKM/ UKM agar bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Upaya pemerintah pun seiring dengan kemajuan teknologi jaringan internet. Para pelaku usaha pun diharapkan bisa memasarkan produknya melalui jaringan online.

Namun pada kenyataannya tidak semudah yang diucapkan. Banyak kendala yang dihadapi para pelaku UMKM/ UKM saat bertransformasi ke dunia online. Mulai dari jaringan yang tidak merata ke pelosok daerah, dan minimnya pengetahuan penggunaan toko online, serta bagaimana mengemas produk versi online.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK) Emmy Astuti. Saat dihubungi melalui sambungan telepon, Emmy mengatakan ada berbagai kendala yang selama ini dialami para pengusaha kecil, khususnya bagi para perempuan dengan segala keterbatasan yang dimiliknya.

Sebagai ketua ASPPUK, Emmy mengaku dirinya kerap memberi pendampingan kepada perempuan pelaku usaha kecil mikro. Sebab selama ini dia melihat ada banyak persoalan menyelimuti.

“ASPPUK fokus pada kerja mendampingi perempuan usaha kecil mikro. Jadi kelompok-kelompok perempuan yang khususnya kelompok margin. Sasarannya adalah perempuan usaha kecil mikro (Ultra mikro). Dia miskin, dia rentan, dan menjadi tulang punggung keluarga. Bisa juga penyintas KDRT, dia hidup di pedesaan, hidup di area hutan yang sulit menjangkau pendidikan.” terang Emmmy saat diwawancara, Kamis 16 Desember.

Disaat pandemi, kata Emmy, mereka mobilitasnya terbatas, omset penjualan menurun karena pasar tidak beroperasi. Jika mengandalkan online, tidak semua desa mendapat jaringan bagus, merata atau bahkan tidak sama sekali.

“Di pedesaan tidak semua jaringan internet, terbatas, dan belum melek digital. Makanya itu yang kami upayakan mereka ini melek digital.” kata Emmy.

Ada alternatif yang bisa membuat para perempuan usaha kecil ini bisa memasarkan produk dan meningkatkan penjualan secara digital. Seperti adanya kerjasama dengan e-commerce, Shopee, Tokopedia, Lazada dan berbagai macam e-commerce lainnya.

“Usaha yang kami lakukan adalah kerjasama dengan market place. Seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, XL Axiata untuk mengembangkan keterampilan digital kelompok kita supaya mereka bisa memiliki toko di market place itu.” terang Emmy.

Emmy pun berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan para perempuan usaha kecil, ultra mikro.

“Tapi yang perlu disoroti adalah memperbanyak program peningkatan kapasitas keterampilan digital kepada PUKM khusus perempuan. Selama ini dari pemerintah umum saja. Jadi intervensi programnya tidak boleh netral gender atau umum, dia harus memporsikan lebih besar ke kelompok perempuan. Karena yang kecil-kecil ini, PUK (pelaku usaha kecil) ini perempuan. Kalau yang menengah ke atas laki-laki mendominasi. Tapi yang kecil ini, 60 persen perempuan.” ungkapnya.

ASPPUK berharap pemerintah bisa membuat kebijakan, program kegiatan dan mengalokasikan anggaran bagi pemberdayaan ekonomi yang responsive gender.

“Membuat kebijakan tidak boleh netral gender. Kalau responsive gender, dia akan melihat pelaku usaha ini lebih banyak dilakukan oleh kaum perempuan,” tambahnya. (Rls)

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar