Isak Tangis dan Gembira Warnai Kemenangan Supratikno Kepala Desa Gilirejo Baru

 Isak Tangis dan Gembira Warnai Kemenangan Supratikno Kepala Desa Gilirejo Baru

SRAGEN – Supratikno, calon kepala desa (cakades) di Kabupaten Sragen yang sempat viral di berbagai media karena kampanyenya banyak di dukung warga dinyatakan menang.

Cakades dengan nomor urut 1 tersebut unggul di TPS 1 tempat pemungutan suara (TPS) dengan total perolehan 835 suara.

Sementara itu, dua kandidat lainnya Marjono 136 dan Misron 791 masing-masing hanya mendapat 9 dan 574 suara.

Dengan begitu Supratikno pun terpilih sebagai Kepala Desa Gilirejo Baru, Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen.

Mengetahui jagoannya menang, tampak ratusan warga yang antusias mengikuti penghitungan suara dan  tak henti-hentinya mengelurkan namanya, isak tangis pun tumpah tak terbendung di rumah Supratikno.

“Ibu bapak yang saya hormati, pertama saya mengucapkan terimakasih yang tak terhingga atas dukungan atas motivasi dan semua bentuk apa pun. Yang membuat ini berhasil adalah kerjasama semua relawan, kader bapak ibu semua,” ungkap Supratikno dalam penyampaian pidato kemenangannya di depan ratusan warga Gilirejo Baru.

Dia pun mengajak seluruh warga untuk bekerja sama membangun desa. Dia juga siap diingatkan jika dalam bekerja tidak sesuai aturan.

“Ini adalah kemenangan kita bersama, kemenangan masyarakat Desa Gilirejo Baru. Untuk itu saya berharap ke depan kita bersama-sama bisa memperbaiki Desa Gilirejo Baru yang kita cintai ini. Apabila di pemerintahan saya nanti ada kekurangan atau ada hal yang melenceng, mohon diingatkan,” tuturnya.

Sudah Diprediksi

Salah satu pendukung Supratikno, Teguh Santoso menjelaskan kemenangan itu sudah diprediksi.

“Intinya masyarakat mengidam-idamkan perubahan melalui Pilkades ini. Oleh karena itu saat ada sosok Supratikno yang bersedia mencalonkan diri, kami tanpa pikir panjang sangat mendukung,”katanya.

Sebagian besar warga, kata Teguh, telah mengenal sosok Supriyanto sebagai orang baik yang dekat dengan masyarakat.

“Masyarakat bahkan rela bergotong-royong, menyampaikan kepada beliau untuk tidak usah pusing memikirkan biaya dalam pencalonan beliau. Segala keperluan dari pencalonan sampai pemilihan akan kita tanggung bersama,” ujar Teguh.

Sebelumnya, kisah Supratikno viral di media sosial karena kampanye dengan dibiayai warga secara gotong royong.

Calon kades di desa Gilirejo Baru Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah ini tidak hanya di calonkan dan di biayai kampanye, dia juga mendapat kiriman jajan, gula, kopi, teh, dan lainnya dari warga.

Sementara Warsito selaku tokoh masyarakat menyampaikan, Kades yang terpilih jangan pilih kasih.

Tidak ada lagi perbedaan antara warga pendukung dan yang tidak. Semuanya harus dilayani dan diajak bekerja sama membangun desa yang sejahtera,” katanya usai perhitungan suara di rumah Supratikno kepala desa terpilih, Selasa (25/10/2022).

Ditegaskan Warsito, kades sebagai ujung tombak pelayanan harus mampu mengakomodir kepentingan masyarakat.

Peran kades dinilai strategis untuk menciptakan pelayanan pemerintahan dan pembangunan hingga ke tingkatan akar rumput.

Warsito meminta kades terpilih untuk mengetahui rincian tugas dan fungsinya sesuai regulasi yang berlaku. “Terlebih pengelolaan keuangan desa yang harus digunakan dengan cermat dan hati-hati,” tegasnya.

Lebih lanjut Warsito menegaskan, sebagai negara hukum, pelaksanaan pemerintahan dilakukan berdasarkan prinsip supremasi hukum, dengan demikian setiap perbuatan yang dilakukan oleh pemerintah harus sejalan dengan hukum yang ada.

Kondisi ini melahirkan sebuah antitesis bahwa perbuatan pemerintah yang di luar dari itu dapat termasuk bukan wewenang, melampaui wewenang, atau sewenang-wenang.

Soal kekuasaan, dalam istilah Lord Acton, dikenal ungkapana Power tends to corrupt; Â absolute power corrupts absolutely sehingga tanpa pembatasan kekuasaan maka arah yang dituju oleh pemerintahan hanya kepentingan pribadi dan golongan tertentu semata.

Berbeda kondisi dengan pemerintahan yang menganut sistem monarki absolut, dengan kewenangan penguasanya yang tanpa batas, sebab raja adalah hukum itu sendiri.

Dalam pemerintahan desa, posisi kepala desa bukan sebagai raja di wilayah tersebut, yang dapat menjalankan pemerintahan atas sekehendaknya saja.

Termasuk dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, melibatkan intuisi berupa like and dislike dengan mengesampingkan aturan adalah perbuatan yang tidak dapat dibenarkan.

Kondisi ini tidak lain adalah bentuk penyakit nepotisme, pengisian jabatan di pemerintahan yang didasarkan pada hubungan bukan pada kemampuan.

Akibat paling sederhana yang dapat ditimbulkan oleh praktik pengisian jabatan seperti ini dalam aspek pelayanan publik adalah adanya potensi maladministrasi dalam pemberian layanan akibat petugas yang tidak kompeten, tutupnya. (***)

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar