Industri Halal Mampu Menjadi Triger Dalam Pemulihan Ekonomi Nasional

 Industri Halal Mampu Menjadi Triger Dalam Pemulihan Ekonomi Nasional

JAKARTA – Industri halal Indonesia yang diyakini mampu menjadi triger atau pemicu dalam pemulihan ekonomi nasional di masa pademi Covid-19, yang masih belum kunjung reda. Optimisme itu mengemuka dalam diskusi yang digelar Forwada – Mikro Forum Syariah, Kamis, (24/06/2021).

Dalam tema bertajuk “Industri Halal Jadi Trigger Pemulihan Ekonomi Nasional” ini Diana Yumanita, Deputi Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia mengemukakan, saat ini posisi Indonesia sudah masuk top player global.

Berdasarkan State of the Global Islamic Economy Report 2020/2021 Indonesia berada pada 10 peringkat teratas sektor Halal Food, Islamic Finance, Muslim Friendly Travel, Modest Fashion, Pharma Cosmetics, Media & Recreation.

“Pangsa pasar Industri Halal nasional terhadap global menunjukkan Indonesia merupakan leader terutama pada industri makanan halal yang pangsanya mencapai 13 persen dari total konsumsi makanan halal dunia,” ujar Diana Yumanita.

Dia menuturkan, peluang dalam industri halal cukup besar, diantaranya besarnya potensi industri halal dan besarnya potensi keuangan syariah global itu sendiri.

“Sementara tantangan yang dihadapi juga tidak ringan seperti begitu cepatnya penetrasi produk halal dari negara mayoritas non muslim, dan sudah lebih majunya instrumen keuangan syariah di negara lain,” ungkapnya.

UMKM Berbasis Halal

Senada dengan Diana, Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM, Eddy Satria, mengatakan Potensi UMKM Berbasis Halal sangat besar, diantaranya, pertama, meningkatnya populasi muslim dunia dan Jumlah penduduk muslim Indonesia mencapai 229 juta jiwa (87,2%) dari total penduduk 273,5 juta jiwa (World Population Review, 2020).

Kedua, kontribusi PDB ekonomi halal nasional yang mencapai US$ 3,8 miliar/tahun (engine of global halal economy). Ketiga, pengembangan pasar global untuk produk halal dan keemoat jumlah pelaku UMKM dan ruang lingkup aktivitasnya sangat terkait dengan industri halal.

Hanya saja, Indonesia harus menghadapi tantangan yang tidak mudah antara lain; belum masuknya Indonesia dalam 10 besar untuk produk makanan halal, media & rekreasi, serta farmasi & kosmetika. Kedua, Indonesia masih menjadi pasar produk halal dunia, karenanya kinerja ekspor produk halal perlu ditingkatkan.

Ketiga, lanjutnya, penguatan rantai nilai industri halal perlu terus dilakukan secara berkesinambungan, seperti industri makanan dan minuman halal, pariwisata halal, fashion muslim, dan farmasi/ kosmetik halal. Serta keempat adalah eliminasi permasalahan yang dihadapi UMKM untuk dapat mengoptimalisasi peran UMKM dalam industry halal.

“Karena saat ini UMKM kita masih menghadapi kendala seperti proses produksi belum standar, permodalan, pasar, teknologi, informasi kurang, dll,” ungkapnya.

Prasarana TIK

Sementara Kepala Divisi IT Bakti Keminfo Ari Soegeng Wahyuniarti, menuturkan, selaku lembaga yang bertugas menyediakan infrastruktur dan ekosistem Tehnologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam upaya mendukung industri halal di Indonesia lewat pembangunan sarana dan prasrana TIK.

Untuk sektor Industri dan Usaha Kecil, BAKTI Keminfo telah menggelar program ekosistem digital Bakti antara lain berupa pelatihan UMKM digital 2020. Program yang digelar di awal masa pandemi Covid ini memfokuskan bagaimana agar UMKM bisa bertahan dari terpaan pandemi Covid-19.

“Kita juga menggelar pelatihan Toko Online Bumdes dan UMKM Lokal 2020. Dalam hal ini kita memfasilitasi sebanyak 100 UMKM/Bumdes dalam pelatihan yang diantaranya digital branding, marketing toko online dan pengelolaan toko online,” ujarnya.

Ditahun 2021 ini pihaknya akan menggelar pelatihan UKM Digital & Akses Permodalan yang menyasar UMKM dibidang kuliner, dengan target 800 UMKM dari 8 kota / kabupaten. Rencananya Bakti Keminfo juga mengagendakan Pelatihan Toko Online Bumdes / UMKM 2021 dengan target 50 Bumdes / UMKM lokal/.

“Bumdes / UMKM binaan Bakti ini berpotensi untuk diberikan pelatihan dalam mendukung pengembangan industri halal. Sebagaimana kriteria industri halal, yakni kerjasama dengan laboratorium pengujian halal, sistem pengelolaan air bersih sesuai persyaratan halal dan tenaga kerja terlatih dalam jaminan produk halal,” jelasnya.

Sapta Nirwandar, Ketua Indonesia Halal Life Center (HLC) mengugkapkan, modest fashion di Indonesia masuk 5 besar, tetapi sebagai negara konsumer, sementara negara eksportir tidak masuk 5 besar dan dalam Organization of Islamic Cooperation (OIC) Indonesia masih kalah dengan Banglades.

Modest Fashion tidak hanya IOC saja tetapi produk-produk sepeti hijab sudah diakui sebagai global fasion dan diakui band besar seperti Burberry, Gucci, Dolce, Nike, dan versace.

“Bicara modest fashion tidak hanya baju atau hijab, HLC melakukan reset dan hasilnya ada 52 item dalam beauty bussines untuk wanita dan 31 item untuk pria,” katanya..

Sementara untuk produk halal food, negara non muslim masih menjadi penyuplai utama bahkan untuk negara-negara OIC. Peringkat pertama ekportir produk halal adalah Brazil, dimana US 16,2 milyar dolar, diikuti India dengan nilai eksport sebesar US 14,4 milyar dolar.

“Indonesia menjadi konsumer halal food peringkat pertama sebesar US 114 milyar dolar,”jelasnya.

Sementara Bambang Suherman, Direktur Komunikasi & Aliansi Strategis Dompet Dhuafa menambahkan, sampai saat ini banyak sekali program yang dilakukan bekerjasama dengan BI dalam pembinaan UMKM hampir di seluruh Indonesia.

“Menariknya BI tidak lagi melihat program zakat itu habis dalam satu kali penyaluran, tetapi mampu menciptakan kemampuan produksi, lalu kemudian bisa mengakses permodalan umum, ini yang kita lakukan,” ujarnya.(rls)

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar